TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak mentah dunia yang kembali anjlok 3 persen di angka US$ 29,79 per barel akan berdampak negatif pada pergerakan saham berbasis komoditas. Menurut analis ekonomi dari First Asia Capital, David Sutyanto, IHSG diperkirakan cenderung bergerak di teritori negatif.
"Namun pemodal lokal akan memanfaatkan koreksi yang terjadi untuk mengoleksi kembali sejumlah saham unggulan yang sektornya bullish. IHSG diperkirakan bergerak di posisi 4.650-4.725, cenderung terkoreksi," kata David dalam siaran tertulisnya, Senin, 22 Februari 2016.
Perdagangan saham akhir pekan lalu yang didominasi tekanan jual pemodal membuat IHSG yang sudah menguat dalam empat sesi perdagangan sebelumnya mengalami koreksi tajam 81,234 poin (1,7 persen) di posisi 4.697,560. David berujar, tekanan jual dimotori pemodal asing, terutama melanda saham emiten perbankan.
Penjualan bersih asing sebesar Rp 912,40 miliar akhir pekan lalu setelah empat hari perdagangan sebelumnya mencatatkan pembelian bersih hingga Rp 1,22 triliun. Pemodal bereaksi negatif atas rencana Otoritas Jasa Keuangan membatasi rasio net interest margin (NIM) perbankan di level 4 persen. Sedangkan saat ini rata-rata rasio NIM perbankan Indonesia 5,3 persen.
Menurut David, langkah OJK ini untuk memaksa perbankan menurunkan suku bunga kreditnya. Pasar bereaksi negatif karena tidak menyukai sesuatu yang sifatnya mengintervensi pasar. Akibat koreksi akhir pekan lalu, IHSG selama sepekan terkoreksi 0,36 persen, melanjutkan koreksi pekan sebelumnya sebesar 1,76 persen.
Sedangkan Wall Street akhir pekan lalu bergerak bervariasi. Indeks DJIA terkoreksi 0,13 persen di posisi 16.391,99. Indeks S&P flat di angka 1.917,78. Sedangkan indeks Nasdaq menguat 0,4 persen di posisi 4.504,43. Penguatan ditopang saham konsumsi dan teknologi. Adapun saham sektor energi terkoreksi menyusul harga minyak yang kembali anjlok 3 persen di angka US$ 29,79 per barel.
Pasar masih mengkhawatirkan kelebihan pasokan minyak dunia. Dari perekonomian Amerika Serikat, data inflasi inti Januari 2016 naik 0,3 persen (MOM) di atas perkiraan 0,2 persen, memicu kembali ekspektasi kenaikan tingkat bunga Fed Fund Rate yang berimbas pada penguatan dolar Amerika Serikat.
DESTRIANITA K.