TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengusulkan keran ekspor konsentrat mineral dibuka kembali. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menganggap aturan ekspor saat ini tidak realistis.
"Sekali lagi pemerintah ingin memfasilitasi supaya industri bergerak dan mendukung kemajuan ekonomi," ujar Sudirman di kantornya, Jumat, 19 Februari 2016.
Pembukaan ekspor bakal diterapkan jika Undang-Undang Mineral dan Batu Bara direvisi. Saat ini, undang-undang yang ada mengamanatkan semua komoditas mineral di Tanah Air wajib dimurnikan di dalam negeri agar industri hilir tambang bergairah.
Menurut Sudirman, pemerintah sebelumnya gagal menjalankan amanat Undang-Undang Mineral dan Batu Bara karena terlambat membuat aturan teknis. Akibatnya, amanat penghiliran tambang tidak bisa berjalan karena pembangunan fasilitas hilir saat itu masih minim. Sedangkan perusahaan harus berhadapan dengan kesulitan keuangan. "Industri menghadapi kondisi yang sangat menekan."
Juru bicara Kementerian, Sudjatmiko, mengatakan komoditas yang boleh diekspor adalah yang bisa memberikan nilai lebih di pasar internasional. Ekspor juga diberikan dalam bentuk kuota selama periode tertentu.
"Misalnya komoditas zirkon yang dijual dalam bentuk konsentrat lebih baik. Ada juga yang diekspor dalam bentuk murni lebih baik. UU sekarang terlalu menggeneralisasi," ujarnya.
Namun wacana ini ditentang pengamat hukum sumber daya alam Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi. Dia menilai pemerintah justru membuat kebijakan penghiliran pertambangan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan pemerintah membuat kebijakan penghiliran tambang.
"Penghiliran kini makin tidak jelas. Pemerintah semakin gamang," ujar Redi.
ROBBY IRFANY