TEMPO.CO, Malang - Serikat Perusahaan Pers (SPS) optimistis media cetak tetap bertahan walaupun gempuran media digital menjadi ancaman. Meski terjadi penurunan jumlah pembaca, Serikat menilai penurunan tersebut tidak signifikan karena sebagian pembaca masih mempertahankan media cetak.
Direktur Eksekutif SPS Asmono Wikan mengakui, selama setahun terakhir, sejumlah media cetak berguguran. "Tak ada data pasti jumlah media cetak yang gulung tikar," ujarnya, Jumat, 19 Februari 2016.
Media cetak yang akhirnya menyerah dan berhenti beroperasi meliputi The Jakarta Globe, Sinar Harapan, dan sejumlah majalah dan tabloid lisensi dari luar negeri.
Menurut dia, media cetak tutup bukan karena faktor menurunnya bisnis dan pembaca. Faktor internal perusahaan pers juga berpengaruh besar. "Faktor internal menjadi pemicu. Internal manajemen tak solid," kata Wikan.
Sedangkan media cetak berlisensi tutup karena biaya membayar lisensi membengkak akibat penurunan nilai tukar rupiah. Adapun bisnis media juga merosot karena pertumbuhan ekonomi menurun. Pendapatan media online juga relatif kecil.
Baca Juga:
Menurut dia, tekanan pasar yang berat seharusnya menjadi tantangan manajemen media. Perusahaan pers harus cepat beradaptasi dengan menciptakan beragam inovasi. Konsumen mengalami perubahan sehingga harus cepat direspons. "Seperti membuat koran komunitas, memperbanyak kegiatan off print," tuturnya.
Pasar media kini juga terus berkembang dengan perkembangan teknologi. Media cetak dituntut melakukan penetrasi pasar yang semakin kuat, terutama memperkuat brand media cetak tersebut. "Brand harus dikuatkan," ucapnya.
Menghadapi serangan media digital, media cetak juga harus bergerak dalam konvergensi media. Berita tak hanya tersaji dalam media cetak, tapi juga terintegrasi dalam bentuk audio dan video. Dengan demikian, saat pasar semakin luas, sejumlah media telah mengembangkan konvergensi media.
Secara bisnis, kata Wikan, pertumbuhan pendapatan media cetak mengalami perlambatan. Pada 2010, pendapatan iklan tumbuh 25 persen, 2011 tumbuh 12 persen, dan 2015 tumbuh 12 persen. Bahkan setahun ke depan diramalkan menurun. "Mungkin tumbuh satu digit, kecuali ekonomi tumbuh 12-15 persen," kata Wikan.
Pada 2015, pendapatan kotor perusahaan media cetak mencapai Rp 24 triliun. Sedangkan pendapatan bersih sekitar Rp 18 miliar. Pemilihan kepala daerah secara serentak juga menyumbang pendapatan media cetak. Adapun pada 2014, bisnis tumbuh positif disumbang iklan politik serta dari Komisi Pemilihan Umum saat pemilu dan pemilihan presiden.
EKO WIDIANTO