TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menyatakan belum optimalnya kesejahteraan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), mantan TKI, dan keluarga TKI disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai menabung. Penggunaan uang remitansi atau pengiriman uang melalui perbankan oleh TKI masih didominasi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Besarannya mencapai 56 persen.
Gaya hidup konsumtif, tingginya biaya remitansi oleh penyedia jasa, layanan keuangan, tingkat pendidikan yang rendah, dan masih banyaknya TKI ilegal, turut memicu minimnya kesadaran menabung.
Direktur Departemen Komunikasi BI Arbonas Hutabarat mengatakan BI mendukung langkah peningkatan kesejahteraan TKI. “Langkah yang dilakukan antara lain mengembangkan bisnis model remintasi yang efektif dalam rangka penempatan dan perlindungan TKI dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah,” kata Arbonas, Selasa, 16 Februari 2016.
Peluncuran program peningkatan kesejahteraan TKI itu dilakukan di Nunukan, Kalimantan Utara. Nunukan dipilih karena memiliki pelabuhan yang menjadi pintu gerbang bagi TKI. Banyak TKI di daerah perbatasan yang belum sejahtera.
TKI menjadi salah satu penyumbang devisa negara dengan jumlah transfer uang mencapai US$ 7,05 miliar per tahun. Namun kesejahteraan TKI masih belum optimal. “Diharapkan dengan terbentuknya Poros Sentra Pelatihan dan Pemberdayaan Daerah Perbatasan di Nunukan dapat menjadi momentum penting untuk mengembangkan daerah perbatasan dan menjadikan perbatasan sebagai kota etalase bursa TKI,” lanjut Arbonas.