TEMPO.CO, Banjarmasin- Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) cabang Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah menolak paket kebijakan ekonomi jilid X yang membuka 100 persen modal asing di industri karet remah (crumb rubber). Ketua Gapkindo Kalimatan Selatan dan Kalimantan Tengah Andreas Winata mengatakan kebijakan itu mengancam 15 perusahaan karet lokal.
Sebelumnya ada 17 perusahaan crumb rubber di Gapkindo Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah namun dua di antaranya bangkrut. Menurut Andreas langkah pemerintah kontraproduktif di tengah merosotnya harga karet internasional.
Kondisi saat ini, kata dia, banyak pabrik karet di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah menurunkan kapasitas produksi, merasionalisasi pekerja, dan kesulitas bahan baku akibat harga melorot di tingkat petani.
“Seharusnya kami diberi kesempatan berkembang, bukan malah membuka 100 persen modal asing di crumb rubber. Industri ini seperti laundry, kami cuci dan jual, enggak butuh high tech. Sudah dua anggota kami bangkrut,” kata Andreas di Banjarmasin, Sabtu, 13 Februari 2016.
Andreas mengakui perbedaan suku bunga kredit membuat pengusaha lokal crumb rubber kian terpuruk jika pemodal asing membanjiri Indonesia. Dengan suku bunga kredit cuma 3 persen, kata dia, pemodal asing menawarkan aneka macam keunggulan.
Ia yakin pengusaha karet lokal bisa bersaing melawan asing asalkan pemerintah memberikan jaminan suku bunga kredit 3 persen, bukan 12-13 persen seperti saat ini. “Kalau asing di indutri hilir enggak masalah.”
Pabrik, kata Andreas, mesti menebus kadar karet kering di tingkat tengkulak sebesar Rp 7-8 ribu per kilogram. Harga itu menurun dibanding lima tahun lalu di level Rp 25-30 ribu per kilogram. Adapun harga karet saat ini di tingkat petani cuma berkisar Rp 3-4 ribu per kilogram. “Asing bisa membeli karet petani dengan harga lebih tinggi. Bunga bank di sini kisaran 12-13 persen, ini berat bagi kami, ” ujarnya.
Berdasarkan kinerja Gapkindo Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pada 2015, realisasi produksi karet sebanyak 239.453 ton. Dari jumlah tersebut realisasi ekspor sebanyak 183.218 ton, realisasi serapan pasar lokal sebesar 51.006 ton, dan sisanya tidak terserap pasar.
Angka realisasi produksi itu turun ketimbang tahun 2014 sebanyak 241.262,7 ton karet. Realisasi ekspor sebesar 188.439 ton, serapan pasar lokal sebanyak 47.183 ton dan sisanya tidak terserap. Menurut Andreas, kondisi semacam ini membikin pengusaha lokal semakin sulit berkembang.
Seluruh pabrik crum rubber di Kalimantan Selatan dan Tengah, kata dia, memiliki total kapasitas produksi terpasang sebesar 561.600 ton per tahun, dengan perincian Gapkindo berkapasitas produksi 484 ribu ton per tahun dan 77.600 ton per tahun bagi perusahaan karet di luar Gapkindo.
“Tahun 2015 saja produksi Gapkindo cuma 239 ribu ton, ada idle capacity 244 ribuan ton. Kami minta pemerintah menunda kebijakan 100 persen modal asing di industri crumb rubber,” ujar Andreas.
DIANANTA P. SUMEDI