TEMPO.CO, Surabaya - Humas Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS) Faisal Yasir Arifin mengatakan bahwa para ulama di Madura menentang tarif tol Suramadu digratiskan. Sebabnya, jika tol itu digratiskan akan menimbulkan dampak negatif bagi Madura.
"Kalau menurut ulama, penggratisan tol dapat merusak akses-akses sosial dari luar," kata Faisal kepada Tempo di kantornya. Rabu, 10 Februari 2016.
Selain itu, kata Faisal, penggratisan akan membuat culture shock bagi masyarakat Madura yang dinilai belum siap menerima budaya dari luar. Masyarakat Madura akan menjadi masyarakat yang konsumtif. "Ibaratnya kalau beli makanan beli susu pasti milih beli di Surabaya," katanya.
Presiden, kata Faisal juga mempertimbangkan soal keamanan di atas jembatan Suramadu. Jika nanti digratiskan maka akan banyak berbagai macam kendaraan mulai dari sepeda pancal atau kereta sapi lewat jembatan Suramadu. "Belum lagi banyak orang yang nanti nongkrong, selfie di atas jembatan, itu kan ngeri," katanya.
Cicilan pembayaran pembangunan Suramadu yang belum lunas juga menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk tidak menggratiskan tarif tol Suramadu. Faisal menambahkan bahwa jika pembangunan Suramadu menelan biaya hampir Rp 6 trilun, sedangkan pemasukan tol Suramadu sebelum tarifnya turun 50 persen sekitar Rp 360 miliar setiap tahun. "Kan ini belum bisa melunasi, belum lagi ditambah biaya perawatan, belum bisa gratis," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta kepada pemerintah pusat untuk menggratiskan tarif tol Suramadu untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di Pulau Madura. Akan tetapi, Presiden Jokowi tidak mengabulkan permintaan tersebut. Jokowi hanya memutuskan bahwa tarif tol Suramadu turun 50 persen dari tarif awal.
EDWIN FAJERIAL