TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak mentah merosot lebih rendah pada Selasa, 9 Februari 2016, mendorong minyak Amerika Serikat di bawah tingkat US$ 30 per barel, setelah pembicaraan akhir pekan antara Arab Saudi dan Venezuela memupus harapan untuk pengurangan produksi.
Patokan Amerika, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret merosot US$ 1,20 (3,9 persen) menjadi berakhir di US$ 29,69 per barel di New York Mercantile Exchange, lapor AFP.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April, patokan Eropa, menetap pada US$ 32,88 per barel, turun US$ 1,18 (3,5 persen) dari penutupan Jumat.
Pertemuan antara menteri perminyakan Venezuela dan Saudi tampak mengalami kegagalan karena Arab Saudi terus menunjukkan keengganan untuk mendukung pertemuan darurat OPEC tentang harga rendah, kata Tim Evans dari Citi Futures.
"Ini menentukan standar keberhasilan pada sekitar tingkat terendah yang ada, dalam pandangan kami, dan meninggalkan pasar menghadapi kelebihan pasokan fisik yang sedang berlangsung," kata Evans.
OPEC, kartel 13 negara penghasil minyak di mana Arab Saudi merupakan produsen terbesar, telah menolak untuk memangkas produksi, karena mereka tampak berupaya mempertahankan pangsa pasar dalam menghadapi persaingan dari minyak serpih Amerika.
Pada akhir Januari, spekulasi bahwa Rusia dan OPEC bisa bertemu untuk membahas pengurangan produksi memberikan dukungan singkat terhadap harga minyak.
"Sejauh ini apa yang kita lihat adalah pertemuan tanpa hasil," kata James Williams dari WTRG Economics. "Ini mungkin akan berjalan hingga pertengahan tahun sampai kita melihat sesuatu yang tampak seperti pasar bullish."
James Hughes, analis di pedagang GKFX, mencatat bahwa pasar sedang "mempertahankan pola" menunggu berita sisi pasokan.
Hughes mencatat bahwa "US$ 30 dolar akan menjadi tingkat penting untuk beberapa bulan ke depan, jika jatuh terus di bawah tingkat itu akan terpenuhi oleh pembelian berat."
"Kekhawatirannya adalah bahwa investor hanya mengambil napas mereka sampai pergerakan lebih lanjut terus menurun."
ANTARA