TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Thomas T. Lembong menilai, pengenaan pajak minyak sawit impor oleh pemerintah Prancis melanggar prinsip-prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan General Agreement on Tariff and Trade (GATT) Tahun 1994.
Tom juga mempertanyakan alasan Prancis mewacanakan pemberlakuan pajak itu. Menurut dia, berdasarkan GATT 1994 artikel III:2, produk impor, baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak dapat dikenakan pajak internal atau biaya internal lainnya, seperti produk dalam negeri. Apabila ada kejadian semacam itu, WTO berhak mengambil langkah yang diperlukan.
Bila permasalahannya karena isu lingkungan, Tom merasa kebijakan itu tidak tepat. Menurut dia, kelapa sawit Indonesia telah berpartisipasi dalam Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk memastikan minyak kelapa sawit Indonesia diproduksi sesuai dengan standar untuk keberlanjutan.
Indonesia telah mengambil kebijakan minyak kelapa sawit yang berkelanjutan (ISPO). “Ini untuk memastikan minyak kelapa sawit diproduksi dengan cara yang ramah lingkungan dan tidak berkontribusi terhadap deforestasi dan perubahan iklim," kata Tom dalam rilisnya di Jakarta, Jumat, 5 Februari 2016.
Tom juga mengatakan pemberlakuan pajak oleh Prancis, yang dikaitkan dengan isu kesehatan, juga tidak tepat. Menurut dia, studi terbaru menunjukkan, konsumsi asam lemak jenuh dari minyak kelapa sawit tidak menyebabkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
Pengenaan pajak sawit, kata Tom, dikhawatirkan mengganggu stabilitas ekonomi Indonesia. Sawit merupakan sektor strategis, yang diperkirakan menyerap 16 juta tenaga kerja. Selain itu, sektor ini juga turut memberikan kontribusi 1,6 persen terhadap PDB Indonesia. Pendapatan ekspor Indonesia dari komoditas itu mencapai sekitar US$ 19 miliar per tahun.
Dalam Undang-Undang Keanekaragaman Hayati yang berlaku awal 2017, pemerintah Prancis akan mengenakan pajak atas minyak kelapa sawit 300 euro per ton. Pajak akan meningkat menjadi 500 euro per ton pada 2018. Meningkat lagi menjadi 700 euro per ton pada 2019. Bahkan pada 2020 menjadi 900 euro per ton.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI