TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Ignatius Girindroheru mengatakan pergerakan pasar obligasi domestik pada Januari 2016 menunjukkan kinerja positif di tengah pemulihan ekonomi global yang masih terbatas setelah kenaikan suku bunga The Fed pada 17 Desember 2015.
"Indeks Komposit Kinerja Obligasi Indonesia atau ICBI mencatatkan rekor tertingginya pada Januari 2016, yakni berada di level 188,9887, naik 5,71 poin atau 3,12 persen dari Desember lalu yang berada di level 183,2759," kata Girindroheru di Gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu, 3 Februari 2016.
Menurut Girindroheru, bullish-nya pasar obligasi tersebut ditopang oleh stabilitas makro ekonomi dalam negeri. Seperti inflasi tahun lalu di level 3,35 persen (year on year), lebih rendah dari akhir 2014 di level 8,36 persen.
Baca: Menunggu 10 Tahun, Pengusaha Korban Lapindo Tagih Ganti Rugi
Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tercatat stabil dengan tren menguat di akhir bulan, yakni di kisaran Rp 13.778 per dolar Amerika hingga Rp 13.064 per dolar Amerika. Stabilitas ekonomi juga bertambah karena adanya kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan BI Rate sebesar 25 bps ke level 7,25 persen, dan kebijakan pemerintah yang merilis Paket Kebijakan Ekonomi IX.
"Ini menjadi sinyal positif bagi pasar sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan dalam negeri," Girindroheru berujar.
Industri manufaktur Cina serta jatuhnya harga minyak dunia sempat membayangi pasar obligasi domestik Januari 2016. Namun, karena harga minyak dunia berhasil rebound sebesar 26,63 persen sejak terkoreksi di level rendahnya dalam 12 tahun terakhir, yakni US$ 26,55 per barel menjadi US$ 33,62 per barel, membuat kinerja pasar obligasi domestik pada akhir Januari terdorong.
"Bursa saham Asia termasuk IHSG kompak menguat dan turut memberi dampak positif bagi pasar obligasi domestik," katanya.
DESTRIANITA KUSUMASTUTI