TEMPO.CO, Jakarta - Pemerhati Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio, mengatakan dua aturan kereta cepat Jakarta-Bandung yang bertentangan bisa mengancam reputasi Presiden Joko Widodo. Menurut dia, jika Jokowi tidak segera merevisi Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang jaminan proyek kereta cepat, kepercayaan publik bakal luntur.
"Ini bakal mengancam reputasi Jokowi. Sebab, Presiden sendiri yang menyebutkan dari awal tidak ada jaminan atau dana APBN," ujar Agus kepada Tempo, Senin, 1 Februari 2016. Agus mendesak Presiden Jokowi segera menghapus kereta cepat Jakarta-Bandung dalam daftar proyek strategis nasional.
Sebab, kata Agus, proyek itu bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat. Dalam aturan tersebut, dikatakan bahwa proyek itu tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta tak dijamin negara.
Agus menduga proyek dengan nilai lebih dari Rp 75 triliun itu sengaja diselundupkan ke dalam daftar proyek strategis nasional sehingga bisa mendapat jaminan negara. "Itu harus direvisi. Patut diduga ada yang menyelundupkan. Sama saja menjerumuskan Presiden Jokowi,” ujar Agus.
Dua aturan yang bertentangan itu pun yang belakangan menjadi alasan bagi Kementerian Perhubungan dan PT Kereta Cepat Indonesia Cina belum menyepakati perjanjian penyelenggaraan prasarana. Agus berharap Kementerian Perhubungan tidak menerbitkan izin usaha apabila ada jaminan negara.
Bahkan, Agus menilai, jika aturan tersebut diterobos oleh pemerintah,proyek kereta cepat bakal merugi. "Saya akan mengatakan kepada masyarakat supaya tidak naik kereta cepat. Karena proyek ini cacat dan membahayakan," ujarnya.
Staf Khusus Menteri Perhubungan Hadi Mustofa Juraid memastikan bahwa Kementerian Perhubungan tidak akan menyetujui adanya pemberian jaminan dalam konsesi proyek patungan PT KAI-Cina itu. "Dalam bentuk apa pun. Mau jaminan hukum ataupun jaminan finansial kami tidak akan setuju," ujarnya.
Kementerian Perhubungan, menurut Hadi, juga tidak akan memberikan izin usaha apabila perusahaan belum menyepakati hal tersebut. "Karena ini kan proyek business to business. Tidak ada jaminan negara dan duit dari APBN,” ujar Hadi.
DEVY ERNIS