TEMPO.CO, Singapura - Harga minyak jatuh pada Senin, 1 Februari 2016, setelah Cina dan Korea Selatan menunjukkan data pelemahan ekonomi. Sedangkan batalnya prospek perjanjian pembatasan produksi yang terkoordinasi oleh negara-negara eksportir minyak unggulan juga turut mempengaruhi pasar.
Data ekonomi dari Cina menunjukkan sektor manufaktur dalam kondisi pertumbuhan tercepat dalam 3,5 tahun pada Januari lalu. Hal ini menambah kekhawatiran negara-negara konsumen terbesar energi dunia karena pasar saat ini sudah mengalami kesulitan pasokan.
Angka pertumbuhan ekonomi yang muncul dari Korea Selatan juga terlihat suram. Ekspor di negara itu turun ke level terendah, seperti krisis finansial dunia pada 2009. Seiring dengan penurunan kondisi ekonomi di negara dengan ekonomi terbaik di Asia, harga minyak Brent turun 56 sen pada US$ 35,43 per barel.
Harga minyak jenis West Texas Intermediate turun 42 sen pada level US$ 33,20 per barel. Harga minyak kembali tertekan karena adanya pembatalan prospek pembatasan produksi dari negara-negara penghasil minyak, seperti Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan Rusia, karena masalah perbedaan.
"Kami tidak memperhitungkan pembatasan seperti ini dapat terjadi, kecuali jika pertumbuhan global turun tajam dari kondisi saat ini. Hal inilah yang tidak diramalkan para ekonom," kata pejabat Goldman Sachs, seperti yang dilansir Reuters, Jakarta, Senin, 1 Februari 2016.
Selain itu, anggota OPEC, Iran, yang sejak bulan lalu diizinkan kembali ke pasar setelah sanksinya dipulihkan, juga tidak mau berpartisipasi dalam pembatasan ini. Dengan kembalinya Iran, harga minyak OPEC melonjak menjadi US$ 32,60 juta per barel, yang menjadi harga tertinggi dalam setahun.
Tekanan harga itu menambah kelebihan produksi sebanyak 1 juta yang menyeret harga minyak turun 70 persen sejak pertengahan 2014. Karena kelebihan penawaran ini, analis di BMI Research mengatakan mereka telah mengurangi proyeksi harga minyak.
"Kami telah menurunkan perkiraan harga minyak Brent menjadi US$ 40 per barel dari US$ 42,5," kata analis di BMI. BMI berharap harga minyak jenis WTI berada pada level US$ 39,50 tahun ini. Harga minyak diperkirakan akan naik pada paruh kedua tahun ini.
REUTERS | MAWARDAH NUR HANIFIYANI