TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soecipto mengatakan dalam menghadapi merosotnya harga minyak dunia, Pertamina berupaya menekan pembiayaan operasi.
"Kami sedang bekerja keras untuk merumuskan strategi apa untuk kita bisa survive terhadap gempuran harga minyak ini," kata Dwi Soecipto dalam acara Focus Group Discussion IKA ITS di Grand Kemang, Sabtu, 30 Januari 2016.
Dari hasil rapat kerja, Dwi menyebutkan Pertamina sudah mengidentifikasi penekanan biaya yang sudah berhasil diperoleh sebesar 25 persen. Pertamina menargetkan adanya upaya menekan biaya sebesar 30 persen. "Artinya efisiensi harus menurunkan biaya sebesar 30 persen," katanya.
Sepanjang 2016, Soecipto mengaku Pertamina telah melakukan penetrasi dalam upaya efisiensi pembiayaan. Namun, upaya tersebut harus lebih digali lagi untuk menekan biaya hingga 30 persen dari penurunan biaya operasi dan berbagai macam upaya tertentu.
Selain itu, jika langkah efisiensi dalam proses bisnis masih kurang, Pertamina akan masuk kepada upaya menurunkan pendapatan dan sebagainya. Baru setelah itu mengambil tindakan terakhir yakni pengurangan tenaga kerja. "Tapi kami yakin masih banyak peluang di sektor efisiensi proses bisnis," katanya.
Untuk itu, Pertamina akan mengevaluasi penggunaan jasa, serta renegosiasi agar sama-sama baik bagi penyedia jasa. Dengan penekanan biaya hingga 30 persen, Soecipto menilai dengan harga minyak US$ 30 per barel, perusahaan masih akan tetap bisa bertahan.
Meskipun begitu, Soecipto mengatakan Pertamina tidak hanya berada pada level bertahan, melainkan terus berkembang. Menurut dia, harga minyak rendah bisa dijadikan peluang untuk berinvestasi karena saat harga minyak seperti ini, seluruh harga relatif menjadi lebih murah.
Soecipto berharap level harga minyak pada US$ 30 tidak bertahan lama. "Kalau ini berjalan terlalu panjang pasti yang akan kolaps lebih banyak lagi," katanya.
LARISSA HUDA