TEMPO.CO, Jakarta - Megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung nyatanya tidak sepenuhnya bebas dari jaminan negara. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional disebutkan bahwa negara dapat menjamin proyek strategis nasional. Bukan kebetulan kalau proyek kereta cepat Jakarta-Bandung masuk dalam 225 Proyek Strategis Nasional tahun ini.
Aturan teranyar yang baru diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly pada 12 Januari 2016 ini bisa menjadi celah adanya jaminan negara untuk proyek kereta yang semula didesain sebagai sebuah kesepakatan bisnis murni.
Karena itulah, anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Sulawesi Selatan Ajiep Padindang meminta Presiden Joko Widodo untuk mengkaji kembali Perpres tersebut. "Tapi saya tidak ingin mengatakan presiden melanggar," ujar Ajiep di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat, 29 Januari 2016.
Ajiep mengatakan kajian tersebut dibutuhkan supaya ada kejelasan dalam segala aturan yang dibuat pemerintah. Sebab, Perpres teranyar ini kata dia, berbenturan dengan aturan sebelumnya yaitu Perpres 107 tahun 2016 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat. Perpres yang disebut belakangan tidak menyebut ada jaminan negara ataupun dana APBN. "Saya tidak ingin Presiden keliru," kata dia.
Ditemui Tempo di Kompleks Parlemen Senayan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno membantah proyek ini dijamin oleh negara. Menurut Rini, proyek kereta cepat ini berpegang pada Perpres Nomor 107 tahun 2015 yang tidak menggunakan jaminan negara dan APBN. "Enggak, beda. Kami yang ini enggak, karena kami punya perpres sendiri ( Nomor 107 tahun 2015). Bukan yang itu (Perpres Nomor 3 Tahun 2016)," ujar Rini, Jumat, 29 Januari 2016.
Perpres Nomor 3 tahun 2016 pada pasal 25 berbunyi "pemerintah dapat memberikan jaminan pemerintah pusat terhadap proyek strategis nasional yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau pemerintah daerah yang bekerja sama dengan badan usaha". Menurut Rini, pada pasal tersebut tidak ada kewajiban negara untuk memberikan jaminan. "Yang dikatakan 'boleh', kan kalau boleh bukan keharusan. Jadi di luar itu kan bisa dilakukan," ujar dia. Dia pun mengaku pasal tersebut bukan usulan dari instansinya.
Staff Ahli Kementerian BUMN, Sahala Lumban Gaol, mengatakan pembahasan mengenai aturan tersebut ada di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. "Kalian tanya ke kantor menko yang menyusun perpres itu," ujarnya.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia Cina Hanggoro Budi Wiryawan mengakui kalau perusahaannya memang meminta jaminan pemerintah dalam konsesi itu. Namun bentuk jaminannya berupa kepastian hukum bila proyek gagal di tengah jalan. "Kalau nanti pemerintah menghentikan proyek di tengah jalan, siapa yang tanggungjawab?" ujar Hanggoro.
DEVY ERNIS | KHAIRUL ANAM