TEMPO.CO, Jakarta - Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengatakan rantai pasok atau logistik halal akan berkembang menjadi tuntutan dari konsumen muslim. Adapun persentase muslim Indonesia adalah sekitar 12,5 persen dari populasi dunia atau sebanyak 88 persen dari sekitar 205 juta penduduk Indonesia.
Implementasi rantai pasok halal memang berpotensi meningkatkan harga produk. Karena itu, kata Setijadi, sangat dibutuhkan peranan pemerintah dalam menyusun strategi, kebijakan, dan program implementasi untuk menunjang daya saing produk nasional.
Setijadi berpendapat Indonesia harus mengembangkan rantai pasok halal karena akan menjadi salah satu faktor penentu daya saing produk era Masyarakat Ekonomi ASEAN. "Adapun salah satu cara dengan insentif dalam sertifikasi rantai pasok halal, serta pembangunan infrastruktur dan fasilitas rantai pasok halal, seperti pergudangan dan kepelabuhan," sambung Setijadi.
Wakil Ketua Bidang Distribusi dan Logistik Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengakui bahwa halal supply chain adalah kebutuhan sejumlah masyarakat di Indonesia.
Dia mengungkapkan selama ini MUI belum melakukan sosialisasi dengan sejumlah perusahaan logistik. Dia pun mengatakan ada salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang mengklaim perusahaannya sudah halal.
"Dalam proses penentuan sertifikasi halal, selama ini MUI baru melakukan pengujian pada tingkat manufacturing, belum dalam tingkat sesudah pabrik secara end to end sampai ke konsumen," kata Kyatmaja.
Dia menerangkan proses dalam rantai pasok sangat panjang. Jika MUI ingin melakukan sertifikasi, MUI harus melakukan pengujian halal di setiap pos rantai pasok. Hal ini akan berpotensi menambah biaya logistik dan mengakibatkan pembengkakan harga produk ke konsumen.
"Potensi penyelewengan paling tinggi dari rantai pasok ini ada di akhir proses, bukan di awal, sehingga harga akan semakin mahal dan MUI harus menyediakan sumber daya manusia lebih banyak mengontrol produk di pasar-pasar, atau di tingkat peternakan misalnya," tambahnya.
Kyatmaja menambahkan, sekalipun halal supply chain mulai diwacanakan secara aktif, sertifikasi tersebut bukanlah sebuah kewajiban bagi pelaku supply chain. Menurut dia, keputusan tersebut kembali pada kesediaan masing-masing perusahaan.
Seperti yang sudah dikatakan pula dari pihak MUI, kata Kyatmaja, sertifikasi halal ini bukan sebuah kewajiban, pengusaha masih bebas untuk memilih.