TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan bagian dari rencana besar yang bakal menghubungkan kota-kota besar di Jawa dan luar Jawa. Walau begitu, masih ada sejumlah ganjalan dalam pelaksanaannya, termasuk tuduhan bahwa proyek tersebut bakal merugikan negara.
Saat dimintai keterangan mengenai hal itu, Jokowi belum bisa menjawab secara rinci. “Nanti semua akan disampaikan secara rinci dari awal sampai akhir,” katanya di Balai Kota Jakarta, Jumat, 29 Januari 2016. Presiden akan memaparkan semua yang berkaitan dengan proses rapat, biaya, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Baca: Polemik Kereta Cepat, Presiden Jokowi Panggil Menhub dan Menteri BUMN
Jokowi mengatakan semua persiapan akan dilakukan mulai pekan depan. Ia berjanji saat itu akan menjelaskan semuanya. “Biar semua terbuka tidak ada yang ditutup-tutupi.”
Dalam rilis di laman www.setkab.go.id, pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sepanjang 140,9 kilometer menjadi salah satu proyek strategis nasional dalam kelompok proyek pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana kereta api antarkota. Itu tercantum dalam lampiran Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, yang telah ditandatangani Presiden Jokowi pada 8 Januari 2016.
Baca Juga: Sektor Keuangan dan Perbankan Terbuka untuk Asing
Melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tanggal 8 Januari 2016, Presiden Jokowi telah memerintah para menteri Kabinet Kerja, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian RI, Sekretaris Kabinet, Kepala Staf Kepresidenan, para kepala lembaga pemerintah non-kementerian, para gubernur, dan para bupati/wali kota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional.
Meski sudah groundbreaking, proyek kereta cepat diprotes sejumlah pihak. Salah satunya, pimpinan TNI Angkatan Udara yang menolak jalur kereta cepat melintas kompleks Halim Perdanakusuma milik TNI AU. Selain itu, mahalnya ongkos proyek ini dikhawatirkan membuat empat badan usaha milik negara bangkrut lantaran dianggap sulit balik modal.
MAYA AYU PUSPITASARI