TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro meminta para penilai aset tidak memasang tarif terlalu tinggi dalam hal revaluasi aset. Hal ini disampaikan setelah ia mendengar ada selentingan dari beberapa badan usaha milik negara yang mengeluhkan hal tersebut beberapa waktu lalu.
"Sehingga ini membuat mereka (yang mengajukan revaluasi) merasa kerepotan," katanya dalam pembukaan Musyawarah Nasional Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) di Menara Bidakara, Jakarta, Jumat, 29 Januari 2016.
Bambang berharap, tahun ini MAPPI dapat menciptakan sinergi dalam mengimplementasikan paket kebijakan ekonomi pemerintah. "Pasang harga tinggi itu wajar, ketika demand-nya banyak,” tuturnya. “Tapi jangan sampai masalah harga menjadi penghambat.”
Dia menyebutkan peran penting profesi penilai paket kebijakan dalam revaluasi aset dan perpajakan yang telah mendatangkan Rp 20 triliun untuk APBN. "Jadi waktu kami putuskan kebijakan revaluasi aset, pasti rejeki nomplok buat profesi penilai," kata Bambang.
Terkait dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Bambang mengingatkan ada tantangan pertukaran jasa yang makin global. Ia berharap, MAPPI bukan menganggapnya sebagai ancaman, melainkan menjadi pemicu untuk berkreasi di tengah persaingan profesi penilai dari negara lain. "Ini pemicu, harus kreatif yang disertai peningkatan kapasitas secara berkelanjutan," kata Bambang.
Bambang menyarankan MEA dilihat sebagai peluang, bukan sebagai ancaman. Sebab, pergerakan barang dan jasa akan lebih bebas. "Perlu ada standardisasi penilai sehingga memungkinkan penilai yang mencari lahan di Indonesia dari negara ASEAN. Ini jadi pembuktian penilai dari Indonesia tidak kalah," ucapnya.
Bambang berharap, di era MEA, profesi penilai dapat berpikir inovatif untuk dapat bersaing di tengah persaingan profesi penilai di negara ASEAN. "Saatnya berpikir untuk menghadapi ancaman dan tantangan dari dalam negeri, juga melihat secara agresif keadaan di luar," ujarnya.
ARKHELAUS WISNU