TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko mengatakan instansinya belum mengeluarkan izin usaha penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum kepada PT Kereta Cepat Indonesia Cina. Izin tersebut belum bisa dikeluarkan lantaran belum ada kesepakatan konsesi antara Kementerian Perhubungan dan perusahaan. "Padahal rencananya mau hari ini ditandatangani. Tapi masih menunggu kesepakatan dari perusahaan," ujar Hermanto, di kantornya, Kamis, 28 Januari 2016.
Hermanto mengatakan instansinya telah menyusun beberapa pokok perjanjian yang mesti disepakati perusahaan. Namun, kata dia, ada beberapa poin perjanjian yang belum disepakati oleh perusahaan. Salah satunya yakni apabila terdapat kegagalan dalam pembangunan dan pengoperasian maka menjadi tanggung jawab investor sepenuhnya dan tidak dibiayai oleh pemerintah. "Tapi maunya mereka kalau gagal... ya udah pemerintah suruh beli apakah dibagi dua atau dilelang. Tapi kan belum tentu ada yang mau beli. Nanti pemerintah juga ujungnya. Enggak maulah kami," ujarnya
Hermanto memastikan pemerintah tak akan menanggung beban jika proyek gagal dalam pembangunan dan pengoperasian. "Kami enggak mau. Semua rakyat Indonesia pasti juga enggak mau," ujarnya. Hermanto juga meyakinkan, jika perusahaan belum menyepakati klausul tersebut, Kementerian tidak akan menerbitkan izin usaha penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum.
Menurut Hermanto, apabila perusahaan belum mau menyetujui poin pemeritah, maka itu sama saja menyalahi kesepakatan awal. Sejak pertama kali digagas, pembangunan proyek ini sama sekali tidak menggunakan dana APBN. "Dari awal sudah disebutkan tidak ada jaminan dari pemerintah. Kalau diminta beli gitu (artinya--) pakai APBN dong. Kami enggak mau," ujarnya.
Point lain yang belum disepakati perusahaan adalah tidak adanya hak eksklusif. Hermanto mengatakan perusahaan kereta cepat ingin mendapatkan hak eksklusif yaitu tidak adanya jalur kereta lain yang sejajar dengan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung. "Mereka minta supaya enggak boleh ada jalur kereta lain," katanya. Permintaan ini tampaknya juga bakal ditolak pemeritah. "Namanya swasta ya enggak bisa eksklusif," ujarnya. Menurut Hermanto, point tersebut sudah sesuai dengan amanah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang menyebut tidak adanya monopoli.
DEVY ERNIS