TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil enggan berkomentar ihwal perjanjian kereta cepat Jakarta-Bandung lantaran proyek itu menggunakan skema business-to-business. Ia mengatakan persoalannya diserahkan kepada kementerian terkait.
"Kami tidak ada urusan dengan itu, karena ini program public and private partnership (PPP)," ucap Sofyan di Istana Presiden, Jakarta, Kamis, 28 Januari 2016.
Menurut dia, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara yang punya wewenang langsung atas proyek tersebut.
Baca: Polemik Kereta Cepat, Presiden Jokowi Panggil Menhub dan Menteri BUMN
PT Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC), konsorsium proyek kereta cepat, meminta jaminan negara. Pemerintah ikut menanggung kerugian apabila terjadi kegagalan dalam pembangunan atau pengoperasiannya. Jaminan negara ini disebut-sebut menjadi salah satu poin dalam pembahasan draf perjanjian penyelenggaraan prasarana kereta cepat. Draf perjanjian itu sedang dibicarakan Kementerian Perhubungan dengan manajemen KCIC.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menilai pemerintah tidak bisa memberikan jaminan. Alasannya cukup jelas, yaitu yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Menurut dia, dalam aturan itu, tidak ada skema penyertaan modal negara. "Apalagi konsorsium bukan badan usaha milik negara," tutur Agus saat dihubungi Tempo.
ADITYA BUDIMAN