TEMPO.CO, Jakarta - Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam telah mengubah aturan sebelumnya. Yang paling utama adalah dihapusnya rekomendasi impor garam yang selama ini menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian.
Selain itu, peraturan yang diteken pada 29 Desember 2016 ini juga menghapus penyerapan garam lokal oleh importir. Petani garam pun mencak-mencak memprotesnya. Bagaimana Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menanggapinya? "Soal garam, saya tidak mau menanggapinya," katanya di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa, 26 Januari 2016.
Adapun Kementerian Perindustrian menyatakan tak akan lepas tangan. Meski tak lagi berwenang mengeluarkan rekomendasi, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Haris Munandar menyatakan Kementerian Perindustrian akan tetap mengawasi importasi garam yang dilakukan oleh industri.
"Potensi penyimpangan pasti ada. Karena itu, kami tetap mengawasi," ujar Haris dalam kesempatan terpisah. Kualitas yang baik dari garam impor untuk kebutuhan industri membuat potensi penyimpangan sebagai garam konsumsi. Jika itu terjadi, pasar garam konsumsi yang kini masih dikuasai produsen lokal pun terancam.
Berlakunya peraturan ini, menurut Haris, akan membuat Kementerian Perindustrian lebih teliti dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan garam impor untuk industri. "Kami periksa betul laporan realisasi sampai penggunaan garamnya, apa betul sesuai dengan izin impor yang mereka terima."
Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Impor Garam sebagai pengganti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2012 merupakan salah satu bentuk deregulasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada 2015. Terbitnya aturan ini diharapkan memudahkan industri makanan dan minuman hingga kertas serta tambang untuk memperoleh bahan baku.
PINGIT ARIA