TEMPO.CO, Jakarta - Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai, ketika meluncurkan kapal ternak, pemerintah tidak memikirkan bisnis.
"Menurut saya, rapikan dulu bisnisnya. Biarkan pasar yang menentukan pasarnya," kata Siswanto di Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 25 Januari 2016.
Siswanto berujar, Kementerian Perhubungan hanya membuat kapal dan membuat rute. "Kapal ternak kosong dua kali karena pemerintah mengadakan dulu kapalnya baru nanti dicoba (ternak) ditarik ke kapal, sementara peternak dan pembeli sudah punya mekanisme, sudah punya kapal juga," ucapnya.
Menurut Siswanto, kapal yang dibangun oleh pemerintah harus bertumpu pada perdagangan. Ia juga memberi contoh tol laut yang diresmikan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 6 Mei 2015. Tol laut rute Lampung-Surabaya itu kini tak ada yang pakai.
"Ketika pemerintah mengkonsep rute-rute kapal, jenis-jenis kapal baru yang diperkenalkan, tetap harus bertumpu pada bisnis," tutur Siswanto.
Ia meminta Kementerian Perhubungan tidak hanya mengejar proyek membuat kapal ataupun rute kapal. Sebab, setelah kapal jadi, tidak ada yang mau pakai.
Seperti diberitakan sebelumnya, peternak sapi di Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengaku rugi mengirim sapi ke Jakarta menggunakan kapal ternak yang dicetuskan Presiden Joko Widodo. Harga jual dari Nusa Tenggara Timur hanya Rp 35 ribu per kilogram sapi hidup.
"Harganya terlalu murah, sehingga kami rugi jika mengirim menggunakan kapal itu," kata seorang pengusaha sapi, Buce Frans, Senin, 25 Januari 2016.
Akibat peternak sapi enggan menjual sapi yang akan diangkut menggunakan kapal ternak, kapal ternak KM Camara Nusantara I dua kali pulang kosong ke Jakarta.
REZKI ALVIONITASARI