TEMPO.CO, Jakarta - PT Djakarta Lloyd (Persero) akan menambah armadanya berupa dua kapal dan lima tongkang. "Pada 31 Desember (2015) jam delapan malam, kami berhasil mendapatkan penyertaan modal pemerintah 350 miliar rupiah," kata Direktur Utama PT Djakarta Lloyd Arham S. Torik dalam jumpa pers di Restoran Tesate, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 25 Januari 2016. Dana PMN itu akan digunakan untuk membeli dua kapal jenis handymax.
Menurut Arham, perseroan mulai bangkit kembali. Djakarta Lloyd sempat terpuruk pada 2011. "Karena kesalahan dalam berinvestasi, akhirnya berimplikasi pada perusahaan," katanya.
Baca Juga:
Pada 2012, Djakarta Lloyd melakukan sinergi antar-BUMN. Perusahaan ini melakukan kontrak kerja panjang dengan PT PLN (Persero) dan PT Antam (Persero). Fungsinya sebagai transporter batu bara dan nikel ore. Mereka juga berbenah dalam efisiensi dan optimalisasi cabang-cabang serta pengembangan keagenan kapal asing, juga pendayagunaan aset.
Tahun ini, Djakarta Lloyd berencana melakukan pengadaan barang dan jasa di BUMN. Arham memilih membeli kapal karena menurut dia sekarang harga kapal turun. "Kalau kami diberi kesempatan, untuk membeli kapal sebanyak mungkin, lima tahun pertama (2016-2020) kami jadi operator, 2027 kami sudah jadi player asset," kata Arham.
Menurut kajian Arham, harga kapal handymax tahun 1999 senilai Rp 142,5 miliar. Saat ini harga kapal sejenis tidak lebih dari sekitar US$ 6 juta atau setara dengan sekitar Rp 70-80 miliar. Hampir 100 persen. "Kapal ini akan dibeli mengikuti mekanisme internasional, yaitu melalui broker," kata Arham.
Baca Juga:
Ketua tim pengadaan kapal Djakarta Lloyd, Setiabudi, mengatakan, Djakarta Lloyd saat ini sedang menjajaki pihak ketiga. "Hari ini sharing session. Semoga paling lambat April sudah ada, jadi Mei bisa beroperasi," ujarnya. "DWT kapalnya 40 sampai 50 metrik ton."
Kapal ini akan mengangkut batu bara. Djakarta Lloyd sebelumnya aktif pada pengangkutan peti kemas. Namun, kata Budi, sejak 2011 perusahaan ini istirahat dan memarkir kapalnya untuk peti kemas. Sebab, angkutan peti kemas sedang lesu dan banyak perusahaan yang memiliki kapal sendiri.
Perusahaan sudah memiliki enam kapal. Masing-masing satu di Batam, tiga di Tanjung Priok, dan dua di Surabaya. Ada juga lima kapal yang dimiliki Djakarta Lloyd tapi tidak aktif karena masuk dok (docking). "Kami juga bersiap untuk jalan tol laut karena sifatnya penugasan dari pemerintah, jadi sewaktu-waktu pemerintah siap untuk jalan tol laut, kami bisa juga," kata Budi.
REZKI ALVIONITASARI