TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara menargetkan pemberian royalti ke negara dari sektor tambang sebesar Rp 1,4 triliun. Jumlah tersebut naik dari tahun sebelumnya yang hanya memberikan royalti sekitar Rp 1,2 triliun.
Deputi BUMN Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Fajar Harry Sampurno mengatakan harga komoditas memang tengah terpuruk. Salah satunya minyak mentah dunia yang merosot sehingga menekan harga batu bara.
“Bulan ini saja minyak mentah dunia sudah di kisaran US$ 29 per barel,” kata Fajar di kantornya. Tak hanya minyak mentah dan batu bara yang terpuruk. Nikel dan timah pun mengalami nasib serupa.
Meski demikian, Fajar optimistis harga komoditas akan kembali membaik. Sebab, sejumlah pembangkit tenaga listrik di Indonesia yang menggunakan bahan bakar batu bara akan beroperasi. “Ada percepatan listrik, batu bara naik,” kata Fajar.
Harga nikel pun juga akan terkerek. Fajar mengatakan harga nikel pada tahun lalu merosot karena ada larangan ekspor komoditas barang tambang mentah. “Smelter akan beroperasi sehingga bisa mengekspor nikel dan royalti naik lagi,” ucapnya.
Kementerian BUMN sedang menyusun pembentukan induk perusahaan tambang. Nantinya, induk ini terdiri dari PT Bukit Asam Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Indonesia Asahan Alumunium. “Konsolidasi selesai akhir 2016,” ujarnya.
Fajar mengatakan kementerian sudah membentuk komite induk perusahaan tambang. Komite tersebut pun mulai beroperasi dan terdiri dari BUMN-BUMN tambang. “Apakah ini nantinya bentuk induk baru atau di-inbraak,” kata Fajar.
SINGGIH SOARES