TEMPO.CO, Jakarta -Seorang guru besar Universitas Tsinghua, Li Daokui mengungkapkan bank sentral Cina perlu menjelaskan kebijakan indeks multi-mata uang yang diluncurkannya ke pasar untuk menstabilkan nilai tukar yuan yang tengah tertekan oleh kondisi ekonomi global. Ketidakjelasan pasar terhadap kebijakan itu dinilai memunculkan spekulasi bahwa Cina berusaha melepaskan ketergantuangan terhadap dolar dan sengaja membiarkan yuan melemah.
"Mari dilihat apakah Bank Rakyat Cina dapat memenangkan perang menstabilkan yuan, yang harus menjadi prioritas utama sekarang," kata Li dalam wawancara World Economic Forum di Davos, Swiss seperti dilansir Bloomberg, Kamis, 21 Januari 2016.
Bank sentral negara itu menjalankan Sistem Perdagangan Valuta Asing atau Cina Foreign Exchange Trade System dengan meluncurkan indeks multi-mata uang pada bulan lalu untuk memfasilitasi perdagangan antarbank. Namun yuan masih di bawah tekanan, bahkan diperkirakan hingga menjelang Imlek, pekan kedua Februari.
Kondisi ekonomi Cina tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang jelas. Namun kondisi ekonomi global dan pasar keuangan bisa lebih memudahkan pemerintah Cina dalam mengelola tekanan terhadap yuan dibandingkan dengan ketika krisis keuangan Asia 1997-1998.
Li menilai dalam menopang yuan, pemerintah Cina telah menghabiskan cadangan devisa lebih dari setengah triliun dolar dalam setahun terakhir. Pemerintah Cina juga telah memperketat kontrol modal, menindak transfer ilegal dan membatasi pemberi pinjaman dari beberapa transaksi lintas batas.
Menurut Li, intervensi onshore atau offshore itu tidak satu pun yang ideal. Ia menyarankan Bank Sentral Cina menjelaskan batasan nilai tukar yuan per hari terhadap sejumlah mata uang asing. Alasannya, dunia tidak membutuhkan mata uang lain yang dipatok terhadap dolar. “Perlu mata uang yang relatif stabil yang dipatok terhadap sekumpulan mata uang,”katanya.
BLOOMBERG | DANANG FIRMANTO