TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menilai harga saham divestasi yang ditawarkan PT Freeport Indonesia ke pemerintah terlampau mahal. Perusahaan tambang asal Amerika Serikut itu menawarkan 10,64 persen saham divestasi dengan banderol US$ 1,7 miliar.
"Yang ditawarkan, menurut saya terlalu tinggi. Saya belum tahu nilai didasarkan apa, replacement asset, reserve dari copper dan emasnya," kata Rini di kantornya, Jakarta, Selasa, 19 Januari 2016.
Baca juga: Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin Mundur
Jika berdasarkan harga jual tembaga, menurut Rini, harganya sangat mahal. Musababnya, harga tembaga di dunia kini tengah merosot. Meski demikian, Kementerian BUMN tetap tertarik membeli saham divestasi Freeport. "BUMN menekankan bisa memiliki tambang besar."
Menurut Rini, tambang di Grasberg, Papua, milik Indonesia. Karena itu, BUMN harus menguasai tambang-tambang besar di Indonesia, termasuk Grasberg. "BUMN sedang melakukan evaluasi sendiri dan minta masukkan dari Danareksa serta Mandiri Securities," ujar Rini.
PT Aneka Tambang Tbk masih menunggu arahan dari pemerintah terkait rencana membeli saham divestasi Freeport. “Kami menunggu dari pemerintah sendiri seperti apa arahannya,” kata Direktur Keuangan Antam, Dimas Wikan Pramudhito, kemarin.
Dimas menjelaskan, Antam belum mendapatkan arahan dari Kementerian BUMN untuk menyiapkan anggaran guna membeli saham divetasi Freeport. Antam pun masih melakukan kalkulasi kemampuan finansial. Namun dia enggan menyebutkan secara detil kemampuan yang dimiliki Antam.
Sekretaris Perusahaan, Tri Hartono, sebelumnya menyatakan Antam siap membeli saham divestasi teersebut. Namun amun perusahaan tambang logam tersebut belum memutuskan membeli pada harga yang diajukan Freeport sebesar US$ 1,7 miliar. “Kami akan berRini Sebut Harga Saham Divestasi Freeport Mahal
Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menilai harga saham divestasi yang ditawarkan PT Freeport Indonesia ke pemerintah terlampau mahal. Perusahaan tambang asal Amerika Serikut itu menawarkan 10,64 persen saham divestasi dengan banderol US$ 1,7 miliar. "Yang ditawarkan, menurut saya terlalu tinggi,” kata Rini di kantornya, Jakarta, Selasa, 19 Januari 2016.
Rini juga mengaku tak tahu alasan penentuan harga saham divestasi yang ditawarkan Freeport tersebut. “Saya belum tahu nilai didasarkan apa, replacement asset, reserve dari copper dan emasnya," tuturnya.
Jika berdasarkan harga jual tembaga, menurut Rini, harganya sangat mahal. Musababnya, harga tembaga di dunia kini tengah merosot. Meski demikian, Kementerian BUMN tetap tertarik membeli saham divestasi Freeport. "BUMN menekankan bisa memiliki tambang besar."
Menurut Rini, tambang di Grassberg, Papua, milik Indonesia. Karena itu, perusahaan pelat merah harus menguasai tambang-tambang besar di Indonesia, termasuk Grassberg. "BUMN sedang melakukan evaluasi sendiri dan minta masukkan dari Danareksa serta Mandiri Securities," ujar Rini.
Sementara itu, PT Aneka Tambang Tbk masih menunggu arahan dari pemerintah terkait rencana membeli saham divestasi Freeport. “Kami menunggu dari pemerintah sendiri seperti apa arahannya,” kata Direktur Keuangan Antam, Dimas Wikan Pramudhito, kemarin.
Dimas menjelaskan, Antam belum mendapatkan arahan dari Kementerian BUMN untuk menyiapkan anggaran guna membeli saham divetasi Freeport. Antam pun masih melakukan kalkulasi kemampuan finansial. Namun dia enggan menyebutkan secara detil kemampuan yang dimiliki Antam.
Sekretaris Perusahaan, Tri Hartono, sebelumnya menyatakan Antam siap membeli saham divestasi teersebut. Namun amun perusahaan tambang logam tersebut belum memutuskan membeli pada harga yang diajukan Freeport sebesar US$ 1,7 miliar. “Kami akan bernegosiasi supaya harganya di bawah itu,” katanya pekan lalu.
SINGGIH SOARES