TEMPO.CO, Jakarta - Farida Basamalah, pemilik bisnis konfeksi busana muslim Familita, kini tinggal memetik hasilnya. Usaha yang dirintis sejak empat tahun lalu itu sudah menembus pasar ekspor.
Produksi Familita berupa hijab, gamis, dan mukena banyak diminati Yaman dan Turki. Menurut Farida, ia pernah menerima order seribu mukena yang dikirim ke Yaman dan Turki. Namun, sejak teror ISIS di Suriah muncul, ekspor ke dua negara itu terhenti. Sebelum geger ISIS, omzet Familita Rp 500 juta setiap bulan. Kini tinggal setengahnya.
Produk Familita banyak digandrungi karena modelnya tak pernah ketinggalan zaman. Sherly, pedagang pakaian di Pusat Grosir Surabaya, menyebutkan jilbab, gamis, dan mukena Familita selalu mengikuti mode. "Saya sudah dua tahun berlangganan,” kata Sherly. Setiap Senin dan Kamis, Farida mengirim 400 potong gamis, jilbab, dan mukena ke Sherly.
Bisnis konfeksi ini berawal dari keinginan perempuan 55 tahun tersebut membantu menafkahi keluarga setelah suaminya pensiun. Farida ikut kursus menjahit di Kelurahan Simokerto, yang digelar Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Surabaya.
Setelah kursus, Farida bingung mau bikin apa. "Setelah kursus yang kedua, saya putuskan memproduksi jilbab," ujarnya. Bapemas Surabaya memberi bantuan dua mesin jahit. Farida lantas mencari bahan kain murah di Pasar Kapasan.
Produksi pertama dia pasarkan ke tetangga. Kelompok pengajian kemudian memesan 110 kerudung dengan harga Rp 15 ribu per potong. Pada 2012, Bapemas mengajak Farida pameran di Royal Plaza. Hari pertama pameran, Farida membawa seratus helai kerudung.
Ditanya nama unit usahanya apa, Farida bingung. “Akhirnya pakai Familita," tuturnya. Familita merupakan gabungan nama Farida, Mega, Neli, dan Utami Sita. Tiga nama terakhir adalah anak perempuannya.
KHAIRUL ANAM | ARTIKA FARMITA | MOHAMMAD SYARRAFAH (SURABAYA)