TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean menilai harga 10,64 persen saham senilai US$ 1,7 miliar yang ditawarkan PT Freeport Indonesia terlalu mahal. “Di tengah menurunnya harga komoditas dan anjloknya harga saham Freeport McMoran, nilai US$ 1,7 miliar itu kemahalan,” ujarnya melalui siaran pers, Jumat, 15 Januari 2016.
Sebelum pemerintah menyatakan jawaban, Ferdinand mengingatkan agar dilakukan evaluasi secara menyeluruh atas penawaran tersebut. “Pemerintah juga harus mengaudit sisa cadangan saat ini ditambang yang dikuasai Freeport supaya ada penilaian yang obyektif dan jernih terhadap nilai divestasi yang ditawarkan,” katanya.
Bagaimanapun, Ferdinand mengkritik sikap pemerintah yang seolah mencitrakan diri ke publik bahwa mereka tidak punya uang untuk membeli divestasi saham tersebut. “Adakah ini akal-akalan agar divestasi tersebut jatuh ke tangan serakah lewat IPO,” ucapnya.
Ferdinand menyatakan, jika memang pemerintah tidak punya uang, Energy Watch Indonesia akan menginisiasi pengumpulan dana publik untuk membeli saham divestasi tersebut. “Ini saatnya kita tunjukkan bangsa ini bukan bangsa yang lemah.”
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan pemerintah masih mengkaji pendanaan untuk memborong saham yang ditawarkan PT Freeport Indonesia. Menurut dia, duit yang dibutuhkan tak kecil sehingga perlu banyak pertimbangan.
"Ini bukan uang kecil. Kalau uangnya hanya sejuta-dua juta, langsung saja. Ini kan triliunan, jadi sedang dikaji," katanya di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 15 Januari 2016. Salah satu hal yang saat ini sedang dikaji adalah mengenai angka appraisal atau nilai saham yang ditawarkan. Walaupun mengatakan harga yang ditawarkan tak murah, Kalla mengklaim sudah ada beberapa badan usaha milik negara yang bersedia membeli saham Freeport.
PINGIT ARIA