TEMPO.CO, Jakarta - Usai menutup pabriknya di Cina, PT Sharprindo Dinamika Prima (SDP) makin mantap menggenjot pasar domestik dengan mengucurkan investasi senilai Rp 30 miliar selama dua tahun ke depan. Pemegang merk Shark ini juga berniat menggenjot pangsa pasar produk diesel engine dan gasoline engine menjadi 10 % pada tahun ini. Hingga saat ini, pangsa pasar terbesar masih dipegang oleh produk kompresor udara (air compressor) sekitar 50%-60%.
“Dengan menggenjot bahan baku lokal dan pembuatan produk di sini (Indonesia), kami yakin daya saing produk kami juga akan meningkat. Dari segi harga pun, produk kami juga cukup bersaing jika dibandingkan dengan produk pabrikan luar negeri,” kata Jusmin Suwoko, CEO SDP di Tangerang, Jumat, 15 Januari 2016.
Untuk semakin meningkatkan daya saing produknya, SDP tengah melakukan visibility study untuk merelokasi pabriknya yang saat ini berada di Tangerang. Pasalnya, dengan naiknya upah minimum kota/kabupaten (UMK) Tangerang pada tahun ini, pihaknya mulai melirik sejumlah lokasi dengan tingkat UMK yang lebih kompetitif.
“Ada dua lokasi yang kita bidik yakni Semarang dan Medan. Tetapi, ini masih belum pasti karena kami harus mengkaji lagi proses distribusi logistiknya. Kalau terlalu jauh dengan lokasi distribusi, maka harga akan naik. Ini yang kami hindari,” ucapnya.
Meski sejak dua tahun lalu mulai melakukan usaha manufaktur penuh di Indonesia, SDP masih melirik potensi beberapa negara untuk memperluas jaringan distribusi produknya. Sampai saat ini, SDP telah mengekspor produknya ke Cina, Filipina, dan Thailand.
Namun, Jusmin mengungkapkan Indonesia masih menjadi pasar terbesar karena potensinya cukup luas. Apalagi, dengan beberapa program pemerintah di bidang kelautan dan perikanan, dirinya meyakini hal itu mampu mendongkrak penjualan produknya.
“Kami berkeinginan untuk menggenjot kontribusi produk selain kompresor udara karena potensinya masih banyak belum tergarap,” katanya.
Tak hannya itu, perusahaan yang berdiri pada 1989 ini berkomitmen untuk terus melakukan transfer teknologi sehingga nnatinya tidak banyak bergantung dengan ahli teknik dari luar negeri.
“Investasi akan kami gelontorkan khusus ke modal kerja berupa mesin. Dalam jangka pendek, mesin-mesin tersebut masih dioperasikan oleh tenaga ahli dari Jepang. Saya harap, nantinya orang Indonesia sudah bisa mengoperasikan itu (mesin),” tambahnya.