TEMPO.CO, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2015 mengalami defisit. Badan Pusat Statistik mengumumkan defisit mencapai US$ 0,23 miliar, menurun dibanding November yang mencapai US$ 0,41 miliar. Defisit terjadi karena nilai impor yang mencapai US$ 12,12 miliar lebih tinggi dibandingkan ekspor yang hanya sebesar US$ 11,89 miliar.
Meski demikian, Kepala BPS Suryamin mengatakan ada kenaikan nilai ekspor 6,98 persen pada Desember 2015 atau sebesar US$ 11,89 miliar dibanding November. Ia berharap kondisi ini bisa menjadi titik balik untuk bulan-bulan berikutnya.
Suryamin menyatakan jika melihat perjalanan neraca perdagangan sepanjang 2015 ada posisi surplus dengan nilai yang mencapai US$ 7,52 miliar. "Pada 2014 neraca perdagangan mengalami defisit sebesar US$ 1,89 miliar," kata dia di Gedung BPS, Jakarta, Jumat, 15 Januari 2016.
Tercatat ekspor sepanjang 2015 sebesar US$ 150,25 miliar yang berasal dari ekspor minyak dan gas (Migas) mencapai US$ 18,55 miliar dan non Migas US$ 131,70 miliar. Sementara impor yang mencapai US$ 142,74 miliar terdiri dari sumbangan Migas sebesar US$ 24,61 miliar dan impor non Migas sebesar US$ 118,13 miliar.
Masih melemahnya harga komoditas membuat ekspor Indonesia ke Cina terkoreksi cukup tajam. Data BPS menyebut nilai ekspor Indonesia ke Cina sepanjang 2015 hanya mencapai US$ 13.259 juta turun 19,44 persen dari periode 2014 yang sebesar US$ 16.459 juta. Penurunannya tidak setajam ekspor ke Amerika Serikat yang sebesar US$ 15.306 juta. Hanya terkoreksi 3,47 persen dari US$ 15.857 juta.
ADITYA BUDIMAN