TEMPO.CO, Banyuwangi - PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII akan mengalihfungsikan 30 ribu hektare lahan tanaman karet dan kakao di Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi tanaman tebu. Langkah itu dilakukan akibat penurunan harga karet yang terus berlanjut. “Harga karet sekarang sangat rendah,” kata Direktur Utama PTPN XII Irwan Basri Kamis, 14 Januari 2016.
Menurut Irwan, harga karet di pasar dunia terus melorot dari US$ 4 per kilogram menjadi US$ 1,1 per kilogram. Adapun harga kakao relatif masih stabil. Namun PTPN XII hanya akan menebang tanaman karet dan kakao yang berumur lebih dari 25 tahun. “Nanti kalau harganya sudah bagus, kami akan tanam karet lagi,” ucapnya.
Irwan mengatakan PTPN XII menanam tebu untuk mendukung produksi pabrik gula Glenmore di Perkebunan Kalirejo, Glenmore, Banyuwangi. Pabrik hasil patungan antara PTPN III, PTPN XI, dan PTPN XII itu ditargetkan menjadi pabrik gula termodern di Asia Tenggara. Pabrik Glenmore akan melakukan aktivitas giling perdana pada Juli 2016, dengan kapasitas 8 ribu ton.
Nantinya, kapasitas giling akan ditingkatkan menjadi 16 ribu ton. Untuk mencapai kapasitas maksimal tersebut, pabrik Glenmore, yang menelan nilai investasi Rp 1,6 triliun, memerlukan area tanaman tebu seluas 30 ribu hektare. Hingga tahun ini, luas lahan tebu yang tersedia baru 6.000 hektare. Lahan tersebut merupakan hasil dari alih fungsi karet dan kakao pada tahap pertama. Bobot tanaman tebu yang telah dipanen mencapai 120-133 ton per hektare. “Kami menargetkan rendemen pada giling pertama sebesar 9 persen,” kata Irwan.
PTPN X sebelumnya menyatakan sedang mempertimbangkan ekspor bioetanol hasil produksi perusahaan ke Filipina dan Jepang. Direktur Utama PTPN X Subiyanto menilai penerapan kebijakan tentang energi terbarukan masih setengah hati dilakukan. Sebab, belum ada langkah yang signifikan dari PT Pertamina untuk membeli bioetanol yang diproduksi oleh pabrik gula milik PTPN X. Padahal, nota kesepahaman sudah ditandatangani sejak Agustus 2013.
Baca Juga:
Tak mau menunggu ketidakpastian soal pembelian, PTPN X terus berupaya mempertahankan pabrik gula penghasil bioetanol miliknya sebagai pemasok molasses (tetes tebu) ke pihak ketiga. “Dua pabrik (PG Ngadirejo dan PG Gempolkrep) akan kami ubah menjadi industrial grade dan diekspor,” ujarnya.
Subiyanto mengatakan upaya peningkatan kapasitas ke tahap industrial grade ditempuh lantaran pangsa pasar bioetanol fuel grade sulit berkembang. Meski demikian, ia optimistis bisnis turunan bioetanol dapat menghasilkan keuntungan. “Turunannya kan masih banyak, ada CO2 dan gas metana. Bisa buat pupuk juga.”
IKA NINGTYAS (BANYUWANGI) | ARTIKA RACHMI FARMITA (SURABAYA)