TEMPO.CO, Bandung - Pembangunan kereta ringan atau LRT Bandung Raya akan dibiayai dengan skema business to business. Menurut Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa, hal ini tercantum dalam rancangan Peraturan Presiden. “Polanya sama dengan kereta api cepat,” kata dia di Bandung, Rabu, 13 Januari 2016.
Iwa mengatakan, pemerintah akan melibatkan badan usaha milik daerah dalam konsorsium tersebut. "Selebihnya ada investor dari BUMN, kemungkinan dari asing, plus dari BUMD provinsi dan kabupaten atau kota," kata dia.
Pola kerjasamanya mirip dengan proyek kereta cepat. Seluruh pihak yang bergabung dalam konsorisum LRT Bandung Raya diminta menyetor modal. “BUMN dan BUMD yang ditugaskan dalam Perpres tersebut akan melakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk bersama-sama melakukan satu penyertaan modal,” kata Iwa. Lewat skema itu pembiayaan akan jauh lebih ringan.
Menurut Iwa, pemerintah provinsi juga tengah menjajaki BUMD miliknya yang akan disertakan dalam konsorsium LRT Bandung Raya tersebut. Salah satu yang dijajaki adalam PT Jabar Moda Transportasi yang sebelumnya diberi mandat mengerjakan pembangunan monorel Bandung Raya.
Iwa mengatakan, bagi daerah yang belum memiliki BUMD peluang masih terbuka. Daerah yang bersangkutan bisa mendirikan BUMD tersebut dan bergabung belakangan. “Opsinya dibuka,” kata dia.
Sementara soal investor asing yang dilibatkan, Iwa mengaku belum diputuskan. “Masih dalam pembahasan. Yang jelas (konsorsium itu) ada pihak asing, BUMN, BUMD provinsi dan kabupaten/kota,” kata dia.
Ada lima daerah yang dilibatkan dalam pengembangan LRT Bandung Raya tersebut, yakni Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Bandung Barat, serta Sumedang. “Bandung sebagai host, jadi nanti ada semacam stasiun utama di Bandung,” kata Iwa.
Menurut iwa, pengerjaan LRT Bandung Raya bakal di integrasikan dengan kereta cepat. “LRT in harus cepat karena begitu kereta api cepat Jakarta Bandung jadi, turun dari sana cuman setengah jam, jaringan moda selanjutnya kemana? Ini supaya penumpangnya ada,” kata dia.
Iwa mengatakan, saat ini ada delapan trase yang ditawarkan pemerintah provinsi dalam jaringan LRT Bandung Raya ini. Enam trase yang menghubungkan antar daerah di Bandung Raya, dan dua trase melayani rute khusus di dalam Kota Bandung.
Enam trase yang melayani rute antara daerah itu adalah Leuwipanjang-Jatinangor, Leuwipanjang-Padalarang, Leuwipanjang-Soreang, Gedebage-Majalaya, Martadinata-Majalaya, serta Dago-Pasirluyu. Sementara rute dalam kotanya Dago-Leuwipanjang, serta Cibeuereum-Gedebage. “Main-station ada di Leuwipanjang,” kata Iwa.
Iwa mengatakan, tawaran rute itu akan dibahas dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, salah satunya soal integrasi dengan cepat Jakarta-Bandung. “Akan ada rapat teknis lanjutan dengan Kementerian Perhubungan untuk integrasinya dengan kereta cepat supaya menyambung,” kata dia.
Menurut Iwa, pengembangan TOD juga akan digunakan dalam pengembangan LRT Bandung Raya. “Kalau hanya mengandalkan penumpang (dari sisi bisnis) tidak akan visible,” kata dia. Strategi ini juga untuk menekan biaya tiket agar terjangkau.
Iwa mengatakan, pembahasan Rancangan Peraturan Presiden LRT Bandung Raya masih belum tuntas. “Masih draft konsep Perpres, tinggal ada lanjutan rapat teknis dengan Dirjen Perkeretaapian mengenai LRT ini,” kata dia.
Sementara untuk kelanjutan proyek kereta cepat, pemerintah provinsi masih menuntaskan revisi parsial RTRW sejumlah daerah. “Tapi secara prinsip sudah tidak ada masalah. Akan segera kita tuntaskan,” kata Iwa.
Iwa mengatakan, revisi parsial daerah Bandung Raya misalnya masih menunggu terbitnya Peraturan Presiden mengenai penataan ruang metropolitan di kawasan cekungan Bandung. Reivis parsial sejumlah daerah juga masih dikebut. “Sedang dalam proses,” kata dia.
AHMAD FIKRI