TEMPO.CO, Jakarta - Perubahan iklim menjadi sorotan banyak pihak di seluruh dunia karena dampaknya mempengaruhi keberlangsungan hidup banyak orang, tidak terkecuali di Indonesia.
Hal itu terungkap dalam diskusi terbuka bersama Wakil Kepala Perwakilan di KBRI Berlin Siswo Pramono di ruang Serbaguna KJRI Hamburg, demikian Kepala Penerangan Sosial dan Budaya KJRI Hamburg Indri Rasad kepada Antara London, Rabu, 13 Januari 2016.
Diskusi diikuti Ketua DIG Hamburg, kalangan akademikus dari Universitas Hamburg, PPI Hamburg, berbagai kalangan masyarakat, dan diaspora di Hamburg. Konjen RI Hamburg menyampaikan, Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara secara langsung menjadi salah satu negara yang harus siap menghadapi berbagai tantangan yang timbul dari efek pergeseran musim dan kekeringan yang berkepanjangan.
Dalam paparannya, Siswo Pramono menyampaikan, perubahan iklim telah menimbulkan peningkatan frekuensi fenomena kekeringan yang dikenal dengan nama El Nino. Indonesia termasuk salah satu negara yang sangat tinggi exposure terhadap risiko kekeringan panjang tersebut dan tentunya akan berdampak terhadap kapasitas perekonomian Indonesia secara umum.
Itu terjadi karena mayoritas komoditas ekspor Indonesia adalah hasil alam yang sangat tergantung dengan kondisi cuaca dan iklim. Dalam data, dampak El Nino sepanjang periode Juni-Oktober 2015 menimbulkan kerugian ekonomi mencapai Rp 221 triliun.
Meski demikian, jika dilihat dari data hotspot (titik panas) pencitraan satelit, dampak buruk El Nino berupa kebakaran hutan dan kekeringan pada 2015 masih di bawah kondisi terburuk di 2006 yang lalu, yakni saat titik panas di Pulau Kalimantan mencapai lebih dari 40.000 titik.
Pada 2015 di pulau yang sama, hotspot tidak lebih dari 5.000 titik. Risiko penanganan dampak perubahan iklim yang salah memberikan dampak yang lebih luas dan tidak terbatas pada dimensi ekonomi Indonesia.
Berbagai langkah konkrit penanganan dampak kekeringan dan kebakaran hutan diambil pemerintah Indonesia, di antaranya dengan pemberian sanksi kepada perusahaan pelaku pembakaran hutan, baik sanksi pengadilan maupun pencabutan izin usaha.
Presiden menginstruksikan pemberlakuan moratorium pemberian izin pengelolaan lahan gambut, peninjauan, dan evaluasi izin pengolahan lahan gambut yang masih ada hingga pelaksanaan tahapan rehabilitasi lahan gambut melalui pengairan (hydrology restoration).
ANTARA