TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan diskusi daftar negatif investasi (DNI) membutuhkan perubahan paradigma. "Buat saya, DNI itu seperti daftar nambah impor. Kenapa? Kalau kita melarang investor asing ke sini, berarti terpaksa dia bikin pabrik di luar, jadi barangnya yang kita impor," katanya di Kantor Presiden, Selasa, 12 Januari 2016.
Untuk itu, Lembong menyebut larangan investor asing menciptakan badan usaha di Indonesia sebagai kebijakan pro impor. Daripada mendukung impor, Lembong memilih investor datang ke Indonesia yang akhirnya membangun pabrik serta sarana dan prasarana di sini. Jika terjadi perubahan paradigma tersebut, pemerintah akhirnya tidak memerlukan impor.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan ada beberapa pendalaman yang harus dilakukan sebelum menyelesaikan revisi DNI. Misalnya di bidang pertahanan yang berkaitan dengan film, distribusi, dan bioskop, serta tentang farmasi, terutama industri obat dan industri bahan baku obat yang berkaitan dengan rumah sakit.
"Tapi memang diakui bahwa beberapa masukan di bidang kesehatan masih perlu pendalaman," kata Franky.
Untuk sektor pariwisata secara umum, pemerintah hampir menyelesaikan DNI. Sedangkan untuk bidang e-commerce, rincian DNI nyaris rampung karena memerlukan konfirmasi antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dalam dua pekan mendatang, dia berharap bahan DNI makin mengerucut dan hampir final.
Dalam putaran pertama, Frankya memperkirakan sektor pariwisata, e-craft, perdagangan e-commerce, selesai masuk dalam revisi DNI. "Saya kira mungkin PU dan industri pertahanan juga bisa," tuturnya.
ALI HIDAYAT