TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) mencatat uang kiriman dari tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri (remitansi) pada tahun lalu mencapai US$ 10,5 miliar. Angka itu naik sekitar 25 persen dibanding remitansi pada 2014, yang mencapai US$ 8,34 miliar.
Tingginya kenaikan remitansi tahun lalu diakibatkan naiknya tingkat upah di beberapa negara, seperti Taiwan dan di kawasan Timur Tengah, yang menjadi tujuan pengiriman TKI.
Kepala BNP2TKI Nusron Wahid menyatakan, tahun ini, ia menargetkan remitansi meningkat sebesar 10-15 persen dibanding pada 2015. "Itu kalau tidak ada kondisi yang luar biasa, seperti konflik di Timur Tengah atau yang lain," ujarnya di kantor Kementerian Perdagangan, Selasa, 12 Januari 2016.
Saat ini, Nusron menyatakan, tenaga kerja terampil, seperti perawat, lebih diandalkan BNP2TKI dibanding tenaga kerja kasar. Perawat asal Indonesia sudah banyak yang dikirim ke Jepang, Timur Tengah, Eropa, Australia, Amerika Serikat, dan Kanada.
Nusron menuturkan perawat asal Indonesia paling diminati di Jepang. "Di sana, rata-rata hasil ujian perawat dari Indonesia jauh lebih baik dibanding perawat dari Filipina," tuturnya. Nusron merinci, setiap kali ujian nasional di Jepang, tingkat kelulusan perawat Indonesia 68 persen, sedangkan Filipina hanya 38 persen.
TKI berketerampilan tinggi juga bekerja sebagai koki, pekerja galangan kapal, hingga pekerja industri otomotif di Amerika Serikat. "Di Kota LA (Los Angeles), ada 93 ribu TKI, di New York ada 29 ribu TKI," katanya.
Nantinya, Nusron ingin pengiriman TKI ke luar negeri lebih didominasi pekerja berketerampilan tinggi. Menurut dia, hal itu sangat memungkinkan karena banyak penganggur yang sebenarnya berpendidikan menengah dan tinggi di Indonesia. "Kami dapat mandat dari Presiden untuk mengubah wajah TKI kita, jangan lagi pekerja kasar," ucapnya.
PINGIT ARIA