TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah Badan Ekonomi Kreatif, Endah. W Sulistianti, berharap pengusaha tekstil berani masuk ke ranah bisnis hijab dan pakaian muslim. Hal ini disampaikan untuk mengurangi ongkos produksi dari impor kain katun sebagai bahan baku.
Selama ini ongkos produksi tinggi lantaran mengimpor katun dari Cina. Ini disayangkan mengingat pasar dan peluang yang terbuka lebar. "Pengusaha tekstil belum berani, UKM-UKM biasa main di baju koko. Untuk meyakinkan mereka perlu angka," kata Endah saat ditemui Tempo di kediamannya, Kemanggisan, Jakarta, Senin, 11 Januari 2016.
Padahal tumbuhnya bisnis hijab bisa dilihat dengan jelas. Trend baju muslimah pun saat ini bergeser dengan tidak lagi diperuntukkan hanya untuk kaum wanita muslim. "Orang Melbourne tuh suka, trendnya juga untuk non muslim. Apalagi pas musim dingin, tertutup semua kan tuh?" ucapnya.
Endah menambahkan hijab sudah menjadi 'modest fashion' dan dianggap trend di berbagai belahan dunia. Rumah-rumah mode ternama pun berlomba mengeluarkan varian baru khusus produk hijab. "Dolce Gabbana baru kemarin kan luncurkan produknya," ujarnya. Tetapi target-target rumah mode tersebut tetaplah pasar Indonesia.
Badan Ekonomi Kreatif pun mencanangkan target menjadikan Indonesia kiblat hijab dunia. Salah satu prioritas utamanya adalah mengembangkan pasar hijab luar dan dalam negeri. "Luar negeri itu ekspor dan menjadikan saat orang membicarakan hijab yang langsung terngiang itu Indonesia," kata Endah.
AHMAD FAIZ