TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri selama 2015 memulangkan 93 ribu warga negara Indonesia (WNI) dari luar negeri. Sebagian besar dari mereka terpaksa dikembalikan ke Tanah Air karena masalah keimigrasian. Sedangkan sisanya karena terjerat perkara narkoba, perdagangan manusia, atau tindak pidana lain.
"Awalnya ditargetkan untuk memulangkan sekitar 50 ribu WNI, tapi ternyata mencapai 93 ribu WNI," kata Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI BHI) Kementerian Luar Negeri, di Jakarta, Senin, 11 Januari 2016.
Dari jumlah tersebut, ada 210 WNI yang dideportasi dari enam negara karena diduga terkait dengan kelompok bersenjata Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Di antara jumlah tersebut, ada 193 WNI, yang terdiri atas kelompok-kelompok kecil serta keluarga, yang dideportasi dari Turki karena diduga akan menyeberang ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.
Sesampainya di Tanah Air, menurut Iqbal, mereka diserahkan ke Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri untuk menjalani proses deradikalisasi.
"Sebagian besar dari mereka mengakui bahwa mereka ingin menyeberang ke Suriah. Dari 193 WNI, ada beberapa bahkan yang sudah kembali dari Suriah. Namun sebagian dari mereka menyesali tindakan tersebut," kata Iqbal.
Selain melakukan repatriasi, sepanjang 2015 Kementerian Luar Negeri telah mengupayakan pemenuhan hak WNI baik berupa diyat, kompensasi, maupun gaji tidak dibayar sejumlah Rp 192 miliar di 19 perwakilan di seluruh dunia. "Kalau diyat mungkin selama 2015 sudah sekitar Rp 20 miliar yang kami upayakan," ujar Iqbal.
Capaian itu dinilai layak jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa pengacara yang diperbantukan di 16 perwakilan Indonesia di luar negeri. "Ini comparable dengan dana yang kita alokasikan sekitar Rp 30 miliar bagi 16 pengacara yang kami perbantukan di perwakilan Indonesia," katanya.
ANTARA