TEMPO.CO, Jakarta - Pemberlakuan imbal jasa atau sharing bongkar muat di lingkungan kerja Pelindo II Tanjung Priok sebesar 40 persen dinilai mendongkrak komponen biaya logistik nasional dan memberatkan dunia usaha bongkar muat yang ujungnya membebani masyarakat. Ketua DPP Asosiasi Perusahan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sodik Harjono meminta pungutan itu dihilangkan untuk menekan ongkos bongkar muat dan reinvestasi peralatan.
"Kalau tidak ada pungutan imbal jasa di Priok tentunya ongkos pelabuhan pemuatan dan ongkos pelabuhan tujuan atau OPP/OPT kargo umum di Priok bisa diturunkan dari saat ini Rp 81.075 per ton," ujarnya, Senin, 11 Januari 2016.
Sodik mengungkapkan Pelindo II menerima rata-rata Rp1 triliun per tahun yang berasal dari kutipan sharing sebesar 40 persen di pelabuhan Priok. Padahal pungutan ini tidak memiliki payung hukum maupun regulasi pemerintah.
Berdasarkan data APBMI, kata Sodik, pada 2013 saja volume kargo umum nonkontainer yang dibongkar muat melalui pelabuhan Priok sebanyak 34,2 juta TEUs. Jika jumlah tersebut dikalikan tarif OPP/OPT sebesar Rp 81.075/TEUs dan dikalikan 40 persen yang dipungut oleh Pelindo II Tanjung Priok maka nilainya mencapai Rp 1,1 triliun.
Sedangkan pada 2014 dengan jumlah barang nonkontainer/barang umum sebanyak 31,1 juta ton maka sharing ke Pelindo II Priok mencapai Rp 1,03 triliun. "Jadi menurut hitungan kami, beban biaya logistik yang tidak ada dasar hukumnya dan masih diberlakukan sharing bongkar muat di Priok itu mencapai rata-rata Rp 1 triliun per tahun," paparnya.
Sodik mengatakan APBMI sudah memperjuangkan agar pemerintah melalui Kemenhub menerbitkan regulasi yang mempertegas tidak boleh adanya imbal jasa/sharing bongkar muat di seluruh pelabuhan umum yang di kelola Pelindo I, II, III dan IV.
Karena itulah, ujarnya, perusahaan bongkar muat (PBM) menantikan aturan pengganti KM Menhub No. 35/2007 tentang Pedoman Perhitungan Tarif Jasa Bongkar Muat Barang dan Pengupahan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM). "Kami berharap aturan pengganti KM 35 itu bisa segera diterbitkan supaya ada kepastian bagi PBM," ujarnya.
Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby R. Mamahit mengatakan Kemenhub sedang memfinalisasi pengganti KM.35 itu. "Mudah-mudahan bulan ini bisa rampung," ujarnya.