TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan terjadi penurunan nilai ekspor barang asal daerah ini karena kondisi ekonomi negara tujuan utama.
Kepala Badan Pusat Statistik DIY, Bambang Kristianto, mengatakan ekspor barang dari Yogyakarta terbesar ke Amerika Serikat. Nilai ekspor terutama garmen ke negeri Abang Sam itu turun dari 11 persen ke 9 persen. “Kondisi ekonomi Amerika Serikat membuat nilai ekspor ke negara itu turun,” kata Bambang, Jumat, 8 Januari 2016.
Data BPS menunjukkan nilai ekspor komoditas secara keseluruhan pada November turun 12,04 persen dibanding Oktober 2015. Yakni dari 29,1 juta US$ menjadi 25,6 juta US$. Bila dibandingkan dengan November 2014, nilai ekspor juga turun sebesar 4,4 persen.
Tiga negara tujuan ekspor DIY yakni Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang. Di kawasan negara ASEAN, ekspor barang dari DIY juga turun sebesar 43,3 persen. Nilai ekspor DIY ke negara ASEAN 699 ribu US$. Tiga negara ASEAN tujuan ekspor daerah ini adalah Vietnam, Singapura, dan Philipina.
Dia mengatakan ada tiga komoditas yang mengalami penurunan ekspor terbesar pada November dibandingkan dengan bulan sebelumnya pada tahun yang sama. Komoditas itu yakni plastik dan barang dari plastik, pakaian jadi bukan rajutan, dan jerami atau bahan anyaman. Sedangkan, bila dibandingkan dengan November 2014, komoditas yang menurun nilai ekspornya adalah perabot penerangan rumah, pakaian jadi bukan rajutan, dan mesin atau peralatan listrik.
Komoditas ekspor DIY dikirim melalui sejumlah pelabuhan dan bandar udara. Di antaranya pelabuhan muat Tanjung Emas Semarang Jawa Tengah, pelabuhan muat Tanjung Priok DKI Jakarta, Bandar Udara Soekarno-Hatta, dan Bandara Adisutjipto Yogyakarta
Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) Daerah Istimewa Yogyakarta, Heru Prasetyo, mengatakan merosotnya nilai ekspor garmen tak berlaku bagi pasar ekspor mebel dari DIY. Ekspor mebel menurut dia saat ini baik 10-15 persen. Amerika Serikat menjadi pasar terbesar ekspor mebel dan kerajinan. “Pasar mebel dan kerajinan bagus. Perajin kewalahan memenuhi pesanan,” kata Heru.
Ia mengatakan ekspor mebel terus tumbuh karena hampir semua perajin menggunakan bahan baku lokal. Mereka tak perlu menggunakan bahan baku impor untuk membuat produknya seperti pada produk garmen atau tekstil. Perajin mebel yang berhimpun di Amkri DIY sebanyak 200 orang.
Sebanyak 90 persen anggota asosiasi itu memasarkan produk berorientasi ekspor. Beberapa pengusaha produk ini adalah ekspatriat yang langsung mengekspor barang ke Amerika Serikat maupun negara di kawasan Eropa. Untuk produk furniture omzet perajin rata-rata bisa mencapai 5 kontainer barang atau senilai Rp 5 miliar.
SHINTA MAHARANI