TEMPO.CO, Jakarta - Pelukis dan fotografer Mario Blanco melestarikan satwa langka jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di lingkungan Museum Antonia Blanco di Campuhan, Desa Sayan, Ubud, Gianyar, Bali.
"Penampilan burung ini sangat memukau dan pada awal 2000-an, jalak Bali (Leucopsar rothschildi) sangat langka ditemui di habitatnya, yakni Taman Nasional Bali Barat. Kondisi ini membuat saya tertarik melestarikannya," kata Mario Blanco di Ubud, Kamis, 7 Januari 2016.
Sampai suatu ketika, ada orang Jerman yang berhasil menangkarkan burung itu, kemudian menjual hasil tangkaran tersebut kepada kenalannya dari Jepang. Orang dari Jepang ini yang kemudian membawa kembali burung itu ke Indonesia hingga berkembang sampai sekarang.
Dikatakan Mario, delapan tahun lalu dia membeli burung itu dengan harga Rp 45 juta per pasang. Mario kemudian mendapatkan kembali dua pasang jalak Bali yang dibarter dengan lukisan.
Belakangan, harga jalak Bali sudah turun karena sudah ada penangkar yang berhasil mengembangbiakkan dalam jumlah banyak dan berhasil menekan harga jalak Bali dengan harga Rp 12,5 juta per pasang. Penekanan harga ini dilakukan dengan harapan tidak ada lagi pencurian burung jalak Bali di habitatnya.
"Kalau berdasar perspektif saya, lebih baik hukuman bagi pencuri burung di alam bebas itu ditinggikan agar ada efek jera, dan biar saja harga jalak Bali tetap tinggi agar burung itu tetap eksklusif. Kalau harganya mahal, tentu burung itu lebih dihargai orang," ujar Mario.
Dia mengatakan pemeliharaan burung jalak Bali itu tidak menuntut perawatan yang rumit. Kandang yang disediakan dengan ukuran 2 x 2 meter atau 1 x 1 meter sudah cukup memadai, dengan pakan pelet, pisang kepok, dan jangkrik—jika burung memasuki usia siap kawin.
Keintensifan pemeliharaan satwa ini membuat jalak Bali di lingkungan museum kian bertambah jumlahnya. Hingga kini mencapai 250 ekor jalak Bali. Keberhasilan penangkaran ini membuat burung-burung peliharaan Mario banyak dilirik hobiis burung langka.
Namun Mario dengan teguh bersikap tidak memperjualbelikan, melainkan menerapkan sistem adopsi. Dengan demikian, yang berminat pada burung jalak Bali peliharaannya otomatis akan menjadi bapak angkat dan mesti memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan Badan Konservasi Sumber Daya Alam.
"Saya berharap suatu hari nanti akan melepasliarkan burung-burung di alam. Nantinya pepohonan di lingkungan Ubud akan menjadi habitat satwa itu untuk tumbuh dan berkembang," ucapnya.
ANTARA