TEMPO.CO, Jakarta - Majelis kasasi Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan Direktur Utama PT Kawasan Berikat Nusantara Sattar Taba. Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Imam Soebechi pada 23 Februari 2015.
"Artinya, KBN harus melaksanakan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara," kata juru bicara Mahkamah Agung Suhadi saat dihubungi, Rabu, 6 Januari 2016.
Suhadi menjelaskan, di tingkat banding, putusan majelis Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 173/G/2013/PTUN-JKT. Majelis menyatakan surat keputusan direksi PT Kawasan Berikat Nusantara tentang tarif perpanjangan hak guna bangunan batal.
Suhadi berujar majelis juga mewajibkan Kawasan Berikat Nusantara selaku pihak tergugat untuk mencabut surat keputusan tersebut. Kawasan Berikat Nusantara sebagai pemegang hak pengelolaan lahan harus memproses rekomendasi perpanjangan hak guna bangunan para investor.
Ketua Forum Komunikasi Investor Kawasan Berikat Nusantara Marunda Rintis Siregar menuturkan kisruh antara investor dengan direksi Kawasan Berikat Nusantara Marunda bermula dari masa berlaku hak guna bangunan yang akan berakhir tahun 2012. Investor sebagai pemilik hak guna bangunan itu lantas mengajukan rekomendasi perpanjangannya ke direksi pada 2010.
Dasar pengajuan rekomendasi tersebut, Rintis berujar, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Beleid itu menyatakan permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhir jangka waktunya.
Masalahnya, menurut Rintis, direksi menetapkan biaya administrasi surat rekomendasi senilai 35-45 persen dari luas lahan dikali nilai jual objek pajak tahun berjalan. Padahal, kata dia, Peraturan Gubernur Nomor 182 Tahun 2015 menyebut biaya perpanjangan hak guna bangunan yakni lima persen dari luas lahan dikali nilai jual objek pajak tahun berjalan.
Rintis berujar sekitar 70 pemegang hak guna bangunan lantas menggugat keputusan direksi ke Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta pada 2013. “Dasar hukum penentuannya tidak jelas dan hanya mengacu pada appraisal,” kata dia.
LINDA HAIRANI