TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Lingkungan Sawit Watch Carlo Nainggolan mengatakan, belum lama ini, Cina dan Korea Selatan sudah mulai masuk ke sektor industri kelapa sawit, terutama di wilayah ekspansi baru. Selain itu, Malaysia juga mulai merambah sektor yang sama.
Hal ini, kata Carlo, tentu memberikan ancaman tersendiri bagi industri sawit di Indonesia. “Tekanan yang paling kuat adalah pada sektor produksi hilir, di mana kemungkinan besar Malaysia akan menjadi sangat dominan dalam sektor ini,” katanya kepada Tempo, Selasa, 5 Januari 2015.
Carlo menilai, banyak faktor turunan sawit yang bisa dimanfaatkan negara lain, selain biofuel. Sayangnya, Indonesia masih lebih banyak berfokus di sektor biofuel.
Dalam konteks produksi biofuel ini, pemerintah, melalui skema CSF (CPO Support Funds), sebetulnya telah berkomitmen mendorong percepatan dan pertumbuhan sektor ini dengan fokus utama pasar di dalam negeri, beberapa negara ASEAN, serta Asia Timur hingga Cina. Penyerapan hasil produksi turunan minyak sawit untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri ini di satu sisi akan mampu menyeimbangkan kelebihan produksi crude palm oil (CPO) atau minyak mentah sawit sehingga tekanan terhadap harga dapat dikurangi.
Namun, di sisi lain, kesiapan industri biofuel masih cukup rentan. Lebih-lebih di bidang teknologi produksi yang secara mayoritas masih dikontrol oleh grup besar, terutama Wilmar sebagai pemain utama di sektor ini serta perusahaan lainnya.
Dalam riset Macro Effect Biofuel yang dilakukan Sawit Watch pada 2008-2009, dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan termasuk Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), kelemahan utama dalam proses produksi dan penyerapan biofuel ini adalah kesiapan infrastruktur, termasuk jalur distribusi dan mesin kendaraan yang akan memakai bahan bakar ini.
“Persoalan yang paling krusial terkait dengan nilai atau harga keekonomian dari biofuel ini. Subsidi pemerintah terhadap bahan bakar fosil yang masih cukup besar masih menjadi persoalan utama sehingga harga biofuel di pasaran masih cukup mahal dibandingkan dengan harga BBM lainnya,” kata Carlo.
LARISSA HUDA