TEMPO.CO, Jakarta - Larangan operasi angkutan barang tetap berlanjut meskipun ada desakan pencabutan kebijakan tersebut. Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita mengatakan kebijakan larangan itu menunjukan Kementerian Perhubungan menganaktirikan sektor logistik.
"Ini menunjukkan Kementerian Perhubungan belum menganggap logistik itu penting, masih menjadi anak tiri. Kami harapkan Menteri Perhubungan berikutnya bisa lebih mengerti mengenai logistik," kata Zaldy, Jumat, 1 Januari 2016.
Larangan operasional angkutan barang berlaku dari 30 Desember 2015 hingga 3 Januari 2016 melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2015 pada 25 Desember 2015. Pelarangan ini diperjelas lagi dalam Surat Edaran Nomor 49 Tahun 2015 tentang petunjuk pelaksanaan larangan pada 29 Desember 2015. Zaldy telah mendesak Kementerian Perhubungan untuk mencabut surat edaran tersebut.
Menurut Zaldy, pelarangan truk di masa libur Natal dan Tahun Baru diikuti dengan Juklak telah membuat arus barang logistik kacau-balau dan sangat merugikan ekonomi Indonesia yang sedang mulai bangkit. Kebijakan yang belum pernah ada sebelumnya dan dikeluarkan sangat mendadak ini menjadi akar kekacauan distribusi logistik nasional.
Selain itu, kata Zaldy, sosialisasi kepada petugas di lapangan sangat minim. Ini membuat polisi dan Jasa Marga mengambil keputusan sendiri-sendiri dalam menyeleksi truk mana yang boleh atau tidak boleh jalan. "Sangat disesalkan Kementerian Perhubungan mengambil kebijakan yang salah dalam mengatasi kemacetan pada libur Natal dan Tahun Baru sehingga merugikan sektor logistik."
Meski didesak untuk mencabut larangan, pemerintah bergeming dan pelarangan telah memasuki hari ketiga. Ini membuat Zaldy patah arang kebijakan ini bakal benar-benar dicabut. "Kami pesimistis," kata dia. Dia menaksir, selama masa pelarangan, kerugian yang dialami pelaku logistik mencapai sekitar Rp 500 miliar.
AMIRULLAH