TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, tahun ini sudah dua juta bibit kopi yang dibagikan untuk menambah luas lahan kebun kopi.
“Kemampuan maksimal sertifikasi baru dua juta bibit, kalau bisa ditambah bisa lebih banyak lagi,” kata dia di sela penyerahan simbolis bibit kopi itu di halaman Gedung Sate Bandung, Kamis, 31 Desember 2015.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan mengatakan, kopi Jawa Barat saat ini menjadi komoditas yang sangat laku di pasaran dunia. Jawa Barat menjadi tempat pertama pengembangan tanaman kopi setelah ditemukan pertama kali di dunia di Kenya oleh Belanda. “Belakangan ketika muncul kembali di perdagangan dunia, langsung dikenal luas,” kata dia.
Menurut Aher, produksi kopi Jawa Barat juga terus tumbuh. “Harganya juga merangsek sejak pertama kali diperkenalkan kembali dengan nama Java Cofee Preanger. Harganya naik signifikan, naik tiga kali lipat hingga lima kali lipat di wilayah-wialyah tertentu,” kata dia.
Aher mengatakan, produksi kopi Jawa Barat saat ini berasal dari kebun rakyat. Luas lahan kebun kopi milik swasta justru berkurang. “Lahan swasta dari 300 hektare, saat ini menjadi 197 hektare pada tahun 2014. Saya khawatirkan perkebunan kopi sudah berubah jadi properti. Harus ada komitmen tata ruang dari sebelas darah di Jawa Barat yang memiliki indikasi geografis tanaman kopi,” kata dia.
Menurut Aher, kualitas kebun rakyat juga harus digenjot karena produktivitasnya relatif rendah. “Produktifvitas kopi rakyat 961 kilogram per hektare, sementara perkebunan besar bisa menghasilkan 1.800 kilogram per hektare, dua kali lipatnhya. Ini persoalan,” kata dia.
Aher mengatakan, kendati dikenal di dunia luar sebagai penghasil kopi unggul, tapi warga Jawa Barat bukan pencinta kopi. “Kita ingin memprovokasi masyarakat agar mencintai kopi, dan ikut dikonsumsi,” kata dia. Dia beralasan, masih banyak hasil kopi Jawa Barat yang belum bisa menembus pasaran interasnional karena masalah kemasan.
AHMAD FIKRI