TEMPO.CO, Jakarta - Upaya konsolidasi atau merger antara PT Kimia Farma Tbk dengan PT Indofarma Tbk hingga kini belum menemui titik terang. Sekretaris Perusahaan Indofarma Yasser Arafat mengatakan keputusan penyatuan dua perusahaan badan usaha milik negara itu sepenuhnya tergantung kepada pemegang saham mayoritas. "Kami mengikuti pemerintah saja," kata Yasser di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, 28 Desember 2015.
Perseroan, ucap dia, sudah menyiapkan segala skenario jika pada akhirnya dua perusahaan yang bergerak di sektor farmasi itu nantinya bersatu. Namun, dia mengakui, berlarut-larutnya wacana merger itu menyebabkan kinerja perusahaan agak terganggu. Oleh sebab itu, lanjut Yasser, Indofarma memilih untuk fokus kepada kinerja dan meningkatkan nilai tambah produk perseroan.
"Wacana merger sudah dibahas sejak 2005 tapi tidak ada kepastian. Kami siap jika jalan sendiri," ucap Yasser. Lebih lanjut, jika melihat capital market kedua perusahaan, kemungkinan besar Indofarma yang akan diakuisisi oleh Kimia Farma.
Hingga November 2015 Indofarma mencatatkan penjualan sebesar Rp 1,2 triliun. Jumlah itu melebihi realisasi penjualan pada periode sebelumnya yang mencapai Rp 1 triliun. Sedangkan untuk laba bersih, Yasser mengatakan hingga akhir 2015 bisa menyentuh angka Rp 10 miliar.
Laba bersih itu meleset jauh dari target perusahaan yang pada awal tahun mematok laba sebesar Rp 33 miliar. Yasser menyatakan menurunnya laba lantaran tidak optimalnya serapan Rencana Kebutuhan Obat (RKO). Menurut dia, baru 70 persen RKO yang terserap. "Penyebabnya bisa karena anggaran (di pemerintah daerah) yang belum cair," tuturnya.
Pada 2016, Indofarma tidak menurunkan target laba bersihnya. Yasser optimistis Indofarma bisa mencapai laba sebesar Rp 35 miliar. Sementara untuk pendapatan ia menargetkan bisa menyentuh Rp 1,9 triliun.
ADITYA BUDIMAN