TEMPO.CO, Jakarta - PT Indofarma, Tbk akan berfokus meningkatkan produksi obat asli dalam negeri. Sekretaris Perusahaan, Yasser Arafat, menyatakan saat ini perseroan tengah menunggu sertifikasi Badan Pengawas Obat dan Makanan atas fasilitas herbal Indofarma. Ia memperkirakan, fasilitas herbal bisa beroperasi mulai kuartal I 2016. "Kami juga mulai bekerja sama dengan petani plasma," katanya di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, 28 Desember 2015.
Dengan menggandeng petani plasma, Indofarma berharap bisa menjaga keberlangsungan pasokan bahan baku herbal, seperti jahe. Selain itu, kualitas bahan baku pun bisa terjaga dengan melibatkan petani. "Produk mereka sudah pasti kami beli," ucapnya.
Saat paparan publik, Yasser menyatakan dalam jangka menengah, pada 2019, perusahaan menargetkan mampu mengekstraksi semua bahan herbal asal Indonesia. Nantinya, produk yang sudah mempunyai nilai tambah itu akan diekspor.
Sejauh ini, kontribusi ekspor obat herbal Indofarma belum besar, baru 2-3 persen. Perusahaan menargetkan ekspor pada 2016 bisa mencapai US$ 3 juta sampai US$ 3,5 juta. Tahun ini, total ekspor Indofarma diperkirakan sebesar US$ 2,5 juta. Beberapa negara yang menjadi target ekspor ialah kawasan Timur Tengah, Afrika, dan Afganistan.
Sedangkan untuk produk herbal, Indofarma masih melakukan penjajakan. Menurut Yasser, perusahaan tengah menyiapkan sejumlah produk yang akan diekspor, antara lain pasak bumi, cabe jawa, dan teh ekstrak.
Hingga November 2015, Indofarma mencatatkan penjualan sebesar Rp 1,2 triliun. Jumlah itu melebihi realisasi penjualan pada periode sebelumnya yang mencapai Rp 1 triliun. Sedangkan untuk laba bersih, Yasser mengatakan hingga akhir 2015 bisa menyentuh angka Rp 10 miliar.
Laba bersih itu meleset jauh dari target perusahaan, yang pada awal tahun sebesar Rp 33 miliar. Yasser menyatakan, menurunnya laba lantaran serapan rencana kebutuhan obat (RKO) tidak optimal. Menurut dia, baru 70 persen RKO yang terserap. "Penyebabnya bisa karena anggaran (di pemerintah daerah) yang belum cair," tuturnya.
Pada 2016, Indofarma tidak menurunkan target laba bersih. Perusahaan optimistis meraih laba sebesar Rp 35 miliar. Sementara itu, pendapatan diperkirakan bisa menyentuh Rp 1,9 triliun.
Analis Lucky Bayu Purnomo menilai, upaya Indofarma mengembangkan produk herbal akan menemui tantangan. Analis dari LBP Enterprises itu mengatakan obat atau produk berbahan herbal masih kalah bersaing dengan obat-obatan berbahan kimia. Saat ini, produk obat berbahan dasar herbal belum menjadi obat utama. "Herbal ini masih berada di pasar sekunder," kata Lucky.
ADITYA BUDIMAN