TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi Emil Salim menyoroti Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang kembali digodok Dewan Perwakilan Rakyat. Ia berpendapat seharusnya Indonesia fokus pada bencana yang dibawa RUU Pertembakauan.
"Mengapa perlu RUU Pertembakauan? Padahal padi, jagung, sagu, tidak ada UU-nya," kata Emil di Jakarta, Senin, 21 Desember 2015.
Menurut Emil, Struktur RUU Pertembakauan hanya membahas dari sisi produksi. Tidak ada sedikit pun pembahasan perihal penanggulangan dampak tembakau. "Jadi jelas ini ada industri yang bermain di baliknya," kata mantan Menteri Lingkungan Hidup ini.
Emil melanjutkan, dalam RUU tersebut juga tidak ada pertimbangan kesehatan. Pada Pasal 28 disebutkan bahwa ketentuan mengenai pelabelan dikecualikan untuk cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan produk olahan lainnya. Seolah-olah cerutu, rokok daun, dan tembakau iris lebih aman.
Selain itu, RUU ini tidak menyentuh soal pengurangan tar dan nikotin sebagai sumber yang menjadikan konsumen kecanduan rokok.
"Promosi kretek dalam RUU ini luar biasa sekali," kata Emil. Pasal 53 menyebutkan perlindungan paten, hak cipta, pembentukan komunitas kretek, promosi, dan muhibah kretek.
Badan Legislasi Nasional Dewan Perwakilan Rakyat mengebut akan mengetok palu Rancangan Undang-Undang Pertembakauan untuk dibawa ke rapat paripurna DPR. Tujuannya, RUU Pertembakauan yang diklaim bakal melindungi petani bisa dimasukkan ke Program Legislasi Nasional Prioritas 2016.
Menurut seorang anggota Baleg, kelompok yang mengusulkan RUU Pertembakauan tersebut getol membahas RUU pada Jumat dua pekan lalu. Informasi dari Badan Legislasi, DPR pada 10 Desember lalu menyepakati RUU Pertembakauan bertengger di urutan ke-18 dari sebelumnya ke-42.
Anggota Baleg lain, Hendrawan Supratikno, mengatakan undang-undang ini akan memukul industri rokok karena mereka harus membeli tembakau lokal. Menurut dia, RUU ini akan membatasi impor tembakau.
MAYA AYU PUSPITASARI