TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Maurin Sitorus mengatakan alokasi anggaran untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau subsidi kredit pemilikan rumah (KPR) ditetapkan Rp 12,5 triliun.
"Pemerintah berkomitmen dana Rp 12,5 triliun akan dapat mendukung pembangunan 600-700 ribu unit," ucap Maurin dalam Seminar Nasional Mendukung Program Satu Juta Rumah di Jakarta, Kamis, 17 Desember 2015.
Baca Juga:
Maurin mengatakan sektor perumahan berperan penting dan strategis untuk pembangunan manusia. "Pemenuhan kebutuhan rumah layak dan terjangkau ini tanggung jawab pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat," ujarnya.
Menurut Maurin, pembangunan perumahan dapat meningkatkan sektor industri lain dan lapangan kerja yang sangat tinggi. "Untuk mengukur kesejahteraan rakyat, indikator yang dipakai adalah sejauh mana pemerintah memenuhi kebutuhan perumahan," tuturnya.
Maurin mengatakan tantangan saat ini adalah masih langkanya pembiayaan jangka panjang berkelanjutan untuk biaya pembangunan dan kepemilikan rumah. Untuk mengatasinya, pemerintah menyelesaikan masalah perizinan untuk meningkatkan supply dan demand. "Untuk demand, pemerintah meningkatkan daya beli masyarakat dengan memberi subsidi uang muka 1 persen dan suku bunga 0,5 persen selama 20 tahun."
Baca Juga:
Di negara maju, KPR bisa selama 40 tahun. "Kami mau coba 30 tahun. Pengembang punya peranan penting agar bisa didorong untuk menabung. Yang dicari konstitusi adalah hak tinggal, sehingga perlu kolaborasi pusat dan daerah," ucapnya.
Menurut Maurin, sumbangan KPR terhadap PDB di Cina mencapai 18 persen dan di India 9 persen. Sedangkan di Indonesia hanya 3,5 persen. "Ini menunjukkan sektor perumahan penting dan strategis karena menjadi kebutuhan dasar."
ARKHELAUS W.