TEMPO.CO, Semarang - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah menilai, pesantren menjadi agen potensial untuk mengembangkan ekonomi keuangan syariah. Dasar penilaiannya, basis pesantren di Jawa Tengah merupakan wadah calon intelektual muda muslim.
“Diharapkan ini menjadi agen pengembangan ekonomi syariah ke depan,” kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah Ananda Pulungan, Kamis, 17 Desember 2015.
Ananda menilai, pondok pesantren mempunyai peran sentral bagi kemajuan pendidikan Islam dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. “Sedangkan alumni pondok pesantren umumnya berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk pengembangan ekonomi,” kata Ananda.
Ia mencatat, di Jawa Tengah terdapat 4.852 pondok pesantren dengan 638.288 santri. Jumlah itu, menurut dia, modal dasar bagi pengembangan ekonomi syariah di masa mendatang. Karena itu, BI Jawa Tengah mendorong kemandirian dan pengembangan pesantren dengan bantuan modal sebagai fasilitas yang berperan mendirikan perbankan syariah.
Selain itu, Ananda melihat potensi ekonomi syariah di Jawa Tengah masih besar. “Tercatat banyak masyarakat yang belum tersentuh akses lembaga keuangan syariah, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan BMT,” kata Ananda.
Kepala BI Kantor Perwakilan Wilayah V Jawa Tengah, Iskandar Simorangkir, menilai perbankan syariah berperan sebagai lokomotif pengembangan industri jasa keuangan syariah. “Ini tercermin dari pangsa aset perbankan syariah yang mendominasi industri jasa keuangan syariah sebesar 83,07 persen,” kata Iskandar.
Meski begitu, Iskandar melihat kondisi perbankan syariah saat ini belum berkembang besar dan belum mampu menyaingi lembaga keuangan konvensional. Buktinya, aset perbankan syariah di Jawa Tengah yang sebesar Rp 16,3 triliun hanya menguasai pangsa aset 5,7 persen total aset perbankan Jawa Tengah yang sebesar Rp 270,6 triliun.
“Pada Oktober 2015, pertumbuhan aset dan pembiayaan tumbuh 13,7 persen per bulan dan 6,6 persen per tahun,” kata Iskandar.
EDI FAISOL