TEMPO.CO, Banda Aceh - Kopi Arabica Gayo sudah terkenal hingga ke mancanegara, bahkan kopi yang memiliki cita rasa dan aroma kelas dunia ini sudah diekspor lebih ke 17 Negara di 5 Benua.
Namun, masih ada masalah yang membelenggu. Masalah utamanya adalah para pengusaha masih melakukan ekspor dari pelabuhan Belawan Sumatera Utara. “Sehingga secara otomatis masih memerlukan biaya transportasi relatif besar,” ujarM anajer Pusat Layanan Usaha Tepadu Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah (PLUT-KUMKM) Aceh, Murni Mard dalam keterangan tertulisnya, Rabu 16 Desember 2015.
Menurutnya, meskipun berbagai sertifikasi dari dalam negeri maupun dari luar negeri sudah diperoleh terhadap kopi arabica Gayo, namun kopi gayo masih terkendala transportasi.
Masalah lainnya, para produsen kopi gayo masih banyak yang belum memiliki sarana prosesing yang baik, seperti lantai jemur serta sarana lain, ini mempengaruhi nilai daya saing kopi yang diekspor. Berikutnya pemenuhan kuota ekspor, para pengusaha kewalahan memenuhi pembiayaan. Selama ini menggunakan jasa pihak ketiga yang tingkat suku bunga masih tinggi.
"Lucunya lagi, kopi gayo dikenal hingga ke luar negeri, namun secara nasional nama Kopi Gayo belum seharum kapal api, top kopi, dan white kopi," ujarnya.
Sejumlah masalah yang pengusaha kopi gayo ini terungkap dari temu bisnis para eksportir kopi di Aceh Tengah. Temu bisnis para eksportir kopi diakhiri dengan penandatanganan nota kesepahaman bersama antara Manajer PLUT-KUMKM Aceh, Murni Mard dengan Ketua Jaringan Koperasi Produser Asia Pasifik Indonesia, Djumhur dan disaksikan oleh Asisten Administrasi Pembangunan Aceh Tengah, Amir Hamzah.
Nota Kesepahaman berisi kesepakatan untuk bersinergi dalam upaya meningkatkan akses pembiayaan komoditi unggulan Kopi Arabica Gayo.
Sementara itu, Amir Hamzah mengatakan wilayah Aceh Tengah memiliki luas perkebunan kopi sebesar 48 ribu hektare. Produksi rata-rata kopi Gayo mencapai 720 kilogram perhektare pertahun. “Berbagai upaya sedang dilakukan untuk meningkatkan produksi,” ujarnya.
ADI WARSIDI