TEMPO.CO, Jakarta - Setelah pemerintah mengeluarkan kewajiban pembangunan smelter (pengolahan dan pemurnian) tambang mineral dan batu bara, industri smelter terus berkembang. Kementerian Perindustrian mencatat ada 16 industri smelter yang telah beroperasi.
"Enam lainnya belum beroperasi. Namun diharapkan akan siap beroperasi pada 2016," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin dalam keterangan persnya, Selasa, 5 Desember 2015.
Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang mengamanatkan kewajiban peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian. Peningkatan nilai tambah bahan mineral juga diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2015 tentang Sumber Daya Industri.
Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, industri smelter logam telah meliputi beberapa bidang industri pengolah bijih logam. Yakni industri smelter besi baja, industri smelter alumina, industri smelter tembaga, serta industri smelter nikel dan feronikel.
Saleh berharap interaksi antara Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) selaku wadah para pelaku industri smelter logam, pemerintah, dan industri pengguna produk logam hulu dapat bersama-sama meningkatkan kontribusi industri pada perekonomian Indonesia.
Ketua AP3I Prihadi Santoso berjanji pihaknya bakal mengoptimalkan komunikasi dengan pemerintah untuk pengembangan industri pengolahan di Indonesia. “Selain itu, keberadaan asosiasi juga untuk turut mengontrol produksi dan harga,” katanya.
Saat ini terdapat 22 perusahaan yang menjadi anggota asosiasi terdiri dari industri pengolahan baja, tembaga, alumina, mangan, dan nikel. Mereka, antara lain PT Aneka Tambang Tbk, PT Timah, Smelting, Delta Prima Steel, Indoferro, Bintang Smelter Indonesia, Sulawesi Mining Investment, dan Karyatama Konawe Utara.
AMIRULLAH