TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan telah melakukan intervensi pasar untuk beras di beberapa daerah di Indonesia. Intervensi ini dilakukan lantaran ada pergerakan harga beras di daerah-daerah tersebut.
"Hampir di seluruh Indonesia, misalnya di Kepulauan Riau, Jambi, sebagian Sumatera sudah, ke kawasan timur, bahkan ke Papua sudah," kata Djarot saat dihubungi Tempo, Jakarta, Minggu, 13 Desember 2015.
Djarot mengatakan, Bulog setiap hari memonitor pergerakan harga beras di daerah. Pergerakan ini dilaporkan oleh perwakilan Bulog di daerah kemudian dianalisis di pusat. Selain itu, hampir setiap minggu pihaknya melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah.
Setelah dilanda El Nino selama beberapa bulan terakhir, Djarot memperkirakan untuk sawah tadah hujan baru bisa menanam pada Desember. Jadi diperkirakan baru akan melakukan panen sekitar April 2016. Karena itu, selama jeda waktu Januari hingga Maret, Bulog harus terus memantau pergerakan harga dan pasokan di lapangan.
Djarot mengatakan, pada jeda waktu tersebut Bulog akan memantau apakah persediaan beras cukup atau tidak. Jika tidak, harus diperhitungkan berapa suplai yang bisa disediakan oleh masyarakat. Nantinya juga akan diperhitungkan berapa yang mampu dikeluarkan oleh Bulog.
Menurut dia, masih kurangnya data produksi di masing-masing wilayah membuat Bulog harus bergerak cepat apabila ada pergerakan harga. Untuk melakukan intervensi saat ini, Bulog juga memperhitungkannya dari data harga. Hal ini dimaksudkan agar intervensi yang dilakukan tidak terlambat.
Saat ini stok beras ada sekitar 1,2 juta ton. Ini belum dikurangi dengan konsumsi pada Desember ini yang diperkirakan akan menghabiskan sekitar 7 juta ton beras. Sehingga akan ada 500 ribu ton beras di akhir tahun. Namun stok juga akan dibantu dengan 700 ribu ton beras impor dari Thailand dan Vietnam. Ditambah 800 ribu ton beras yang nantinya akan dikirimkan antara Januari hingga Maret tahun depan.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI